Sabtu 03 Apr 2021 00:50 WIB

Mengatasi Rasa Cemas Ketika Anak Kembali ke Sekolah

Hal yang paling perlu Anda lakukan adalah menenangkan diri

Rep: Eva Rianti/ Red: Esthi Maharani
Guru menjelaskan mata pelajaran saat simulasi sekolah hybrid di SMP 255, Duren Sawit, Jakarta, Selasa (30/3). Kegiatan tersebut dilakukan untuk mengenalkan orang tua murid mengenai tata cara sekolah tatap muka dan daring yang rencananya akan dilakukan ketika memasuki tahun ajaran baru pada Juli 2021. Republika/Putra M. Akbar
Foto: Republika/Putra M. Akbar
Guru menjelaskan mata pelajaran saat simulasi sekolah hybrid di SMP 255, Duren Sawit, Jakarta, Selasa (30/3). Kegiatan tersebut dilakukan untuk mengenalkan orang tua murid mengenai tata cara sekolah tatap muka dan daring yang rencananya akan dilakukan ketika memasuki tahun ajaran baru pada Juli 2021. Republika/Putra M. Akbar

REPUBLIKA.CO.ID, TANGERANG – Kegiatan pembelajaran sekolah tatap muka di tengah pandemi Covid-19 saat ini berangsur dimulai. Kembalinya anak-anak ke sekolah menjadi kekhawatiran dan kegugupan tersendiri, baik bagi orang tua maupun anak, setelah satu tahun pada masa pandemi hanya menjalani pembelajaran jarak jauh atau sekolah online.

Para orang tua perlu melakukan beberapa upaya agar keputusan mengizinkan anak-anaknya untuk kembali menjalani pembelajaran tatap muka di sekolah bisa dijalani dengan tenang. Berikut langkah yang bisa dilakukan oleh para orang tua untuk turut memberi rasa percaya diri pada anak, menurut Pakar Parenting Laura Markham seperti dilansir dari psychologytoday.

Hal yang paling perlu Anda lakukan, kata Markham adalah menenangkan diri. Jika Anda khawatir anak akan kembali ke sekolah, anak Anda akan menyadari kecemasan tersebut. Perlu diketahui, ketakutan itu menular, jadi mulailah dengan memperhatikan perasaan Anda sendiri tentang kembalinya anak ke sekolah.

Anda perlu memperhatikan ketidaknyamanan di tubuh. Umumnya, ketakutan-ketakutan yang muncul diantaranya tentang tidak disiplinnya anak mengenakan masker di sekolah, menjaga jarak dengan teman-temannya atau guru, anak merasa kaget dengan kebiasaan baru di tengah pandemi, tidak bisa fokus belajar, serta hal-hal lainnya yang berkaitan dengan penerapan protokol kesehatan ataupun pembelajaran.

“Akui rasa takut itu, lalu berikan penawar untuk diri Anda sendiri. Yakinkan diri Anda bahwa apapun yang terjadi, bisa diatasi,” kata Markham.

Markham menyebut, perasaan kekhawatiran perlu ditangani dengan berpikir mengenai upaya mencegah masalah, sekaligus cara memfasilitasinya. Misalnya, berkomunikasi dengan guru tentang adanya kemungkinan kesulitan anak pada hari pertama kembali ke sekolah, seperti masker yang perlu diganti atau soal jaga jarak yang masih susah untuk diterapkan, maupun persoalan pelajaran yang kemungkinan sulit ditangkap oleh anak dalam kondisi jaga jarak.

“Jadi sekarang setelah Anda menyadari kekhawatiran, mulailah memikirkan rencana yang akan mendukung anak Anda. Fokus pada hal apa yang harus dilakukan untuk membuat anak Anda rileks dan merasa baik, itu akan membantu mengubah rasa cemas menjadi kepercayaan diri,” jelasnya.

Hal lain yang terpenting, lanjut Markham adalah dengan benar-benar berdiskusi dengan anak. Minta anak Anda untuk memberitahu mengenai perasaannya kembali ke sekolah. Kemudian, tanyakan alasan munculnya perasaan-perasaan itu.

Anak akan mengungkapkan rasa yang beragam, mulai dari gembira karena bisa bertemu lagi dengan teman dan guru, sekaligus juga merasa takut dan khawatir jika ada kuman di sekolah.

“Misalnya anak mengatakan gembira karena bisa bertemu lagi dengan banyak orang, katakan dengan semangat : ‘Itu akan sangat mengasyikkan kan setelah sekian lama tidak ke sekolah ?’” usul Markham.

Begitu juga dengan rasa takut atau khawatir, Anda perlu mendengarkan ketakutan dan kekhawatiran anak, lalu sampaikan ucapan-ucapan yang membuatnya tenang.

“Yang paling dibutuhkan anak-anak kita dari kita ketika mereka merasakan emosi yang besar hanyalah ketenangan kita, kehadiran kita yang hangat yang membantu mereka merasa aman untuk mengeksplorasi perasaan. Jadi, perhatikan sepenuhnya, angguk, dan ulangi apa yang dikatakan anak Anda sehingga mereka merasa Anda mendengarkan,” tambah Markham. Intinya berbicaralah dari hati ke hati.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement