Sabtu 03 Apr 2021 13:46 WIB

Penyebaran Paham Radikalisme Dinilai Masih Sangat Masif

Aksi teror di Mabes dan Makassar bukti radikalisme harus terus diberantas.

Rep: Mimi Kartika/ Red: Indira Rezkisari
Petugas kepolisian berjaga saat melakukan pengamanan dan sterilisasi di sela berlangsungnya misa Jumat Agung rangkaian hari raya Paskah di Gereja Immanuel, Jakarta, Jamat (2/4). Sejumlah personel gabungan TNI-Polri disipakan untuk melakukan pengamanan di sejumlah gereja pada perayaan Paskah. Pengamanan pun diperketat untuk mengatisipasi aksi teror, menyusul adanya serangkaian aksi teror yang terjadi sepekan terakhir, yakni di Gereja Katedral Makassar dan Mabes Polri.Prayogi/Republika.
Foto: Prayogi/Republika.
Petugas kepolisian berjaga saat melakukan pengamanan dan sterilisasi di sela berlangsungnya misa Jumat Agung rangkaian hari raya Paskah di Gereja Immanuel, Jakarta, Jamat (2/4). Sejumlah personel gabungan TNI-Polri disipakan untuk melakukan pengamanan di sejumlah gereja pada perayaan Paskah. Pengamanan pun diperketat untuk mengatisipasi aksi teror, menyusul adanya serangkaian aksi teror yang terjadi sepekan terakhir, yakni di Gereja Katedral Makassar dan Mabes Polri.Prayogi/Republika.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Mantan narapidana teroris, Haris Amir Falah, mengatakan, paham radikalisme masih sangat masif menyebar di masyarakat. Menurutnya, hal ini dapat terbukti dengan adanya aksi-aksi teror di Tanah Air belum lama ini, seperti yang terjadi di Mabes Polri dan bom di Gereja Katedral Makassar.

"Kalau saya ingin katakan bahwa paham radikalisme itu masih sangat masif menyebar di masyarakat," ujar Haris dalam diskusi daring bertajuk Bersatu Melawan Teror, Sabtu (3/4).

Baca Juga

Ia menuturkan, radikalisme dan aksi teror bukan bagian dari ajaran agama manapun, termasuk Islam. Dengan demikian, ia meminta setiap pihak sepakat untuk memberantasnya, karena melawan terorisme dan radikalisme, bukan melawan agama.

Menurut Haris, aksi teror selalu menciptakan momentum atau menemukan momentum, ataupun keduanya. Namun, kata dia, untuk menciptakan momentum itu mahal, sehingga mereka lebih memilih menemukan momentum.

Dalam kaca mata orang radikal, mereka menggunakan momentum ketika mereka menganggap terjadi ketidakadilan. Haris melanjutkan, pandemi Covid-19 pun turut dimanfaatkan karena rasa kemanusiaan dalam diri para teroris sudah mati.

Ia pun menduga, pelaku aksi teror di Gereja Katedral Makassar merupakan sel lama dari kelompok Jamaah Ansharud Daulah (JAD). Menurutnya, jaringan tersebut rutin mengadakan kajian di dua tempat di Makassar untuk melakukan pembinaan.

"Ini sel lama. Orang-orang yang rutin mengadakan kajian di Makassar. Ada dua tempat yang rutin dijadikan oleh mereka untuk melakukan pembinaan dan pada saat yang tepat melakukan aksi," kata Haris.

Ia menyebut, sasaran jaringan tersebut bahkan hingga ke seluruh wilayah Indonesia, karena meski terlihat terputus, akarnya tetap menyatu. Untuk itu, ia meminta semua pihak masif melawan. "Mestinya kita juga harus masif melawan itu," tutur dia.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement