Sabtu 03 Apr 2021 14:23 WIB

ESDM Kembangkan Biogas untuk Produksi Biodigester

Pemanfaatan pengolahan limbah organik jadi biogas merupakan salah energi alternatif

Petugas menyelesaikan pembuatan Eco Enzyme di Kantor UPT DPT Tegallega, Bandung Kulon, Kota Bandung, Kamis (10/12). Eco Enzyme yang merupakan hasil dari fermentasi limbah dapur organik seperti ampas sayur, buah, gula tebu dan air tersebut mampu membunuh bakteri dan jamur sehingga dapat digunakan sebagai pengganti pembersih, pestisida berbahan kimia dan disinfektan. Foto: Abdan Syakura/Republika
Foto: ABDAN SYAKURA/REPUBLIKA
Petugas menyelesaikan pembuatan Eco Enzyme di Kantor UPT DPT Tegallega, Bandung Kulon, Kota Bandung, Kamis (10/12). Eco Enzyme yang merupakan hasil dari fermentasi limbah dapur organik seperti ampas sayur, buah, gula tebu dan air tersebut mampu membunuh bakteri dan jamur sehingga dapat digunakan sebagai pengganti pembersih, pestisida berbahan kimia dan disinfektan. Foto: Abdan Syakura/Republika

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemanfaatan dan pengolahan limbah organik menjadi biogas merupakan salah energi alternatif yang dapat mendukung pencapaian bauran energi baru dan terbarukan sebesar 23 persen di 2025.

Salah satu program yang diinisiasi oleh Kementerian ESDM dan Hivos (organisasi pembangunan nonpemerintah Belanda) yaitu melalui program Biogas Rumah (BIRU), telah berhasil membangun 25.157 unit biodigester dan lebih dari 119 ribu orang telah merasakan manfaatnya. Sejak diluncurkan 2009, program ini diharapkan akan terus berjalan menuju target 1 juta Biodigester.

Baca Juga

“Setelah berjalan 10 tahun, diharapkan program biogas ini akan dikembangkan lebih baik, akan direvisi lagi programnya dengan menyusun road map, akan digali peluang termasuk dari APBN, akan diusulkan ada dana alokasi khusus untuk pengembangan program ini”, ujar Direktur Jenderal Energi Baru, Terbarukan dan Konservasi Energi, Dadan Kusdiana, Sabtu (3/4).

Dadan mengungkapkan dua sampai tiga tahun terakhir memang tidak ada anggaran untuk pembangunan biogas di Kementerian ESDM, pembangunan biogas dilakukan Yayasan Rumah Energi dari hasil pendapatan penjualan karbon. Pada tahun-tahun sebelumnya, pendanaan ada dari sponsor/program, lalu APBN (subsidi) dan dana dari masyarakat. Program ini nantinya mengarah kepada program yang berbasis masyarakat langsung. Pemerintah dalam hal ini memberikan fasilitasi dan bantuan dari sisi konstruksi melalui Program BIRU ini. Namun dari sisi implementasi tidak bisa dikebut seperti dulu karena pendanaan murni berbasis masyarakat dan sedikit tambahan dari Yayasan (YRE).

“Sinergi adalah kata kuncinya dalam pengembangan biogas ini. ESDM tentu tidak bisa 100 persen melaksanakannya sendiri. Kita sudah punya pengalaman kalau kita membangun sendiri lalu serahkan ke masyarakat tidak sustain, jadi sekarang kita akan menyusun apa strateginya ke depan dengan melibatkan berbagai stakeholder. Tentunya Yayasan Rumah Energi akan terlibat dalam penyusunan programnya”, jelas Dadan.

Sinergi pengembangan biogas nantinya akan perluas ke Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), Kementerian Desa, Kementerian UKM dan Kementerian lain yang terkait yang memiliki ketertarikan dan program yang bisa disinergikan. Jika dari Kementerian ESDM fokusnya bagaimana bisa menjadikan energi alternatif, jika Kementerian UKM mungkin akan berfokus bagaimana terjadi kegiatan ekonomi di masyarakat. Begitu pula dengan KLHK misalnya bagaimana supaya gas metannya tidak mencemari lingkungan. Inilah yang akan disinergikan untuk menjadi suatu kekuatan bersama sehingga target 1 juta biodigester bisa tercapai, minimal mendekati.

“Saya kira pengembangan biogas di msyarakat dengan pengalaman yang sudah ada sekarang bermanfaat sedemikian besar dari seluruh aspek, oleh karenanya kami mengajak stakeholder dari seluruh sektor untuk bersama-sama melanjutkan program biogas ini”, pungkas Dadan.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement