REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terus mendalami proyek yang dikerjakan oleh Agung Sucipto (AS) selaku kontraktor dan Direktur PT Agung Perdana Bulukumba (APB). Proyek yang dikerjakan Agung diduga atas rekomendasi dari Gubernur nonaktif Sulawesi Selatan Nurdin Abdullah (NA) melalui Edy Rahmat (ER) selaku Sekretaris Dinas Pekerjaan Umum dan Tata Ruang (PUTR) Provinsi Sulsel atau orang kepercayaan Nurdin.
Pada Kamis (1/4) kemarin, penyidik meminta keterangan kepada sejumlah saksi di kantor Polda Sulawesi Selatan. Mereka yang diperiksa yaitu mantan Bupati Bulukumba, A. M. Sukri A. Sappewali; Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Tata Ruang (PUTR) Provinsi Sulsel, Rudy Djamaluddin; Plt Sekretaris Dewan DPRD Bulukumba, Andi Buyung Saputra, serta ajudan Gubenur Sulsel bernama Syamsul Bahri.
Ketiganya diperiksa dalam penyidikan kasus dugaan suap dan gratifikasi terkait pengadaan barang dan jasa perizinan dan pembangunan infrastruktur di Sulsel Tahun Anggaran 2020-2021.
"Para saksi didalami pengetahuannya antara lain terkait dengan berbagai proyek yang dikerjakan oleh tersangka AS yang diduga atas rekomendasi tersangka NA melalui tersangka ER," kata Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri dalam keterangannya, Jumat (2/4).
Ali menambahkan, seharusnya ada satu saksi lagi yang diperiksa penyidik KPK, yakni Abdul Rahman dari unsur swasta. Namun Abdul berhalangan hadir, penyidik pun akan melakukan penjadwalan ulang.
Dalam pekara ini, KPK telah menetapkan tiga orang sebagai tersangka. Mereka di antaranya, Gubernur Sulsel Nurdin Abdullah, Sekdis PUTR Pemprov Sulsel Edy Rahmat dan Direktur PT Agung Perdana Bulukumba Agung Sucipto.
KPK menduga, Nurdin menerima suap dan gratifikasi total Rp 5,4 miliar. Adapun rincian suap dan gratifikasi itu antara lain, Nurdin menerima uang melalui Edy Rahmat dari Agung Sucipto pada Jumat, 26 Februari 2021. Suap itu merupakan fee untuk penentuan masing-masing dari nilai proyek yang nantinya akan kerjakan oleh Agung.
Selain itu, Nurdin juga pada akhir 2020 lalu pernah menerima uang senilai Rp 200 juta. Penerimaan uang itu diduga diterima Nurdin dari kontraktor lain. Kemudian pada pertengahan Februari 2021, Nurdin Abdullah melalui Samsul Bahri (ajudan NA) menerima uang Rp 1 miliar dan pada awal Februari 2021, Nurdin Abdullah juga melalui Samsul Bahri menerima uang Rp 2,2 miliar.
Sebagai penerima Nurdin Abdullah dan Edy Rahmat disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 dan Pasal 12B Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP.
Sedangkan sebagai pemberi Agung Sucipto disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 5 ayat (1) huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP.