Sabtu 03 Apr 2021 18:26 WIB

Empat Tewas dalam Gelombang Protes Terbaru Myanmar

Korban tewas terjadi saat aksi unjuk rasa damai di Myanmar.

Rep: Fergi Nadira/ Red: Indira Rezkisari
Rakyat Myanmar berkumpul untuk memprotes kudeta militer dan penahanan para pemimpin pro-demokrasi di Mandalay, Myanmar, 22 Februari 2021.
Foto: Anadolu Agency
Rakyat Myanmar berkumpul untuk memprotes kudeta militer dan penahanan para pemimpin pro-demokrasi di Mandalay, Myanmar, 22 Februari 2021.

REPUBLIKA.CO.ID, YANGON -- Pasukan keamanan Myanmar dilaporkan menembaki aksi unjuk rasa damai Sabtu (3/4) waktu setempat. Akibatnya empat orang tewas.

Terlepas gugurnya lebih dari 550 orang oleh aparat keamanan sejak kudeta, para pengunjuk rasa setiap hari melangsungkan aksinya di kota-kota kecil. Mereka menyuarakan penentangan terhadap penerapan kembali kekuasaan militer.

Baca Juga

Pasukan keamanan di pusat kota Monywa menembaki kerumunan protes. "Mereka mulai menembak tanpa henti dengan granat setrum dan peluru tajam," ujar pengunjuk rasa di Monywa, yang meminta untuk tidak disebutkan namanya. "Orang-orang mundur dan dengan cepat memasang penghalang, tetapi peluru mengenai seseorang di depan saya di kepala. Dia mati di tempat," katanya melanjutkan.

Portal berita Bago Weekly Journal melaporkan seorang pria ditembak dan dibunuh di kota selatan Thaton. Portal berita tersebut sebelumnya melaporkan satu orang tewas di kota Bago, namun kemudian mengatakan orang yang terluka masih hidup.

Kelompok pemantau lokal, Assistance Association for Political Prisoners (AAPP) mengatakan, pasukan keamanan telah membunuh 550 orang, 46 di antaranya anak-anak. Itu dilakukan sejak militer menggulingkan pemerintah terpilih yang dipimpin oleh Aung San Suu Kyi.

Gelombang aksi protes di seluruh Myanmar menarik puluhan ribu orang pada hari-hari awal pembangkangan sipil. Berbagai kecaman internasional telah tercetus, namun junta kian melancarkan aksi kerasnya terhadap pengunjuk rasa damai.

"Orang-orang masih melakukan protes setiap hari karena kami sangat yakin bahwa ini adalah pertarungan antara yang baik dan yang jahat," kata pemimpin protes Tayzar San dalam pesan audio kepada Reuters.

Pihak berwenang juga melakukan kampanye untuk mengontrol informasi. Mereka telah mematikan data seluler dan pada Jumat memerintahkan penyedia internet untuk memutus broadband nirkabel, merampas akses sebagian besar pelanggan, meskipun beberapa pesan dan gambar masih diunggah dan dibagikan di media sosial.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement