Ahad 04 Apr 2021 13:11 WIB

KTNA: Wacana Impor Beras Tekan Harga Jual Gabah Petani

Penebas padi manfaatkan wacana impor dengan menawar gabah petani dengan harga rendah.

Sejumlah petani dan anggota Persatuan Penggilingan Padi (Perpadi) DPC Kabupaten Purbalingga melakukan aksi menolak rencana impor beras di Desa Brobot, Bojongsari, Purbalingga, Jateng, Selasa (23/03/2021). Perpadi Purbalingga mengkhawatirkan rencana impor beras akan semakin menekan harga gabah kering panen yang saat ini turun dari Rp4.300 menjadi Rp3.500 per kilogram akibat rendahnya penyerapan yang berbarengan dengan panen raya pada bulan maret ini
Foto: IDHAD ZAKARIA/ANTARA
Sejumlah petani dan anggota Persatuan Penggilingan Padi (Perpadi) DPC Kabupaten Purbalingga melakukan aksi menolak rencana impor beras di Desa Brobot, Bojongsari, Purbalingga, Jateng, Selasa (23/03/2021). Perpadi Purbalingga mengkhawatirkan rencana impor beras akan semakin menekan harga gabah kering panen yang saat ini turun dari Rp4.300 menjadi Rp3.500 per kilogram akibat rendahnya penyerapan yang berbarengan dengan panen raya pada bulan maret ini

REPUBLIKA.CO.ID, KUDUS -- Wacana impor beras yang sempat ramai diperbincangkan turut memberikan sentimen negatif terhadap harga jual gabah di pasaran menjadi lebih tertekan. Kondisi itu merugikan petani yang berharap bisa meraih keuntungan.

"Gara-gara muncul wacana impor beras, banyak penebas padi yang memanfaatkan momen tersebut dengan menawar gabah petani dengan harga di bawah rata-rata harga jual di pasaran dengan pertimbangan khawatir terjadi impor beras," ujar Ketua KTNA Kabupaten Kudus Hadi Sucahyono, di Kudus, Ahad (2/4).

Baca Juga

Alasan penebas, kata dia, memang masuk akal karena beras yang dibeli ketika tidak bisa langsung terjual habis, kebetulan muncul beras impor di pasaran tentunya harga jualnya juga akan turun sehingga bisa merugikan. Akibatnya, petani yang sangat dirugikan karena tidak bisa mendapatkan keuntungan, sedangkan pedagang masih bisa tetap untung.

Harga jual gabah kering panen di pasaran, kata dia, berkisar Rp 3.300 per kilogram, sedangkan normalnya bisa mencapai Rp 4.500 hingga Rp 4.600/kg. Menurut dia, dengan harga jual gabah sebesar Rp 3.300 petani memang belum untung, karena bisa disebut hanya balik modal mengingat biaya produksi per hektare berkisar Rp 8 juta, belum termasuk biaya sewa bagi petani yang lahannya menyewa.

"Jika dihitung secara matematis, memang ada selisih biaya dari penjualan dalam 1 hektare tanaman padi bisa mendapatkan uang hingga Rp 19,8 juta. Akan tetapi, biaya produksi selama empat bulan tersebut belum termasuk biaya tenaga petani sendiri yang mengolah lahan," ujarnya.

Idealnya, kata dia, harga jual gabah yang bisa menguntungkan petani berkisar Rp 4.000 hingga Rp 4.600/kg. Untuk itulah, wacana impor beras di saat musim panen perlu dihindari agar tidak menimbulkan sentimen negatif karena petani yang dirugikan.

Saat ini, petani mulai tertarik menanam padi khusus, seperti ketan, beras organik maupun beras merah yang tidak begitu terpengaruh secara signifikan dengan wacana impor beras, sebagai salah satu upaya meningkatkan kesejahteraan petani.

Kasi Fasilitasi Perdagangan Dinas Perdagangan Kudus Teddy Hermawan menambahkan, wacana beras impor memang memberikan sentimen negatif terhadap harga jual gabah karena penebas juga bisa mempermainkan harga jual di pasaran dengan alasan akan ada beras impor. Padahal, kata dia, harga jual beras di pasaran cenderung stabil, sedangkan harga gabah justru cenderung turun saat musim panen pertama ini.

sumber : Antara
BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement