REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA--Wakil Presiden Ma'ruf Amin berharap Ikatan Dai Indonesia (IKADI) menjadi wadah solid untuk menyamakan persepsi dan pemikiran di kalangan para dai. Khususnya, pandangan tentang substansi dan dakwah yang sejalan dengan teladan Rasulullah SAW demi kemaslahatan umat, bangsa, dan negara.
"Rujukan yang harus menjadi pegangan bagi para dai adalah Rasulullah SAW, selain memberikan teladan terbaik dari sikap serta perilaku beliau dalam kehidupannya sehari-hari, Rasulullah SAW mengajarkan kepada kita cara berfikir yang benar, sesuai tuntunan Al Qur’an," kata Ma'ruf saat menjadi keynote speaker dalam Webinar Nasional IKADI-BNPT bertajuk “Peran Da’i dalam Deradikalisasi Paham Keagamaan di Indonesia”, Ahad (4/4).
Wapres melanjutkan, cara berpikir yang diajarkan Rasulullah yakni wasathy yaitu berpikir moderat, dinamis, bukanlah cara pandang atau cara berpikir eksklusif dan sempit serta tidak terbuka terhadap perubahan.
Namun tetap dalam koridor manhaji dan tidak ekstrem. Karena itu, ia berharap para dai harus meneladani cara berpikir Rasulullah SAW dan tidak ikut dalam arus berpikir sempit, seperti fenomena yang muncul belakangan ini.
Sebab, cara berpikir sempit juga merupakan penyebab munculnya sifat egosentris, tidak menghargai perbedaan pendapat serta tidak mau berdialog yang kemudian melahirkan pola pikir yang menyimpang, bahkan menjurus radikal.
"Contoh paling aktual dari cara berpikir radikal terorisme yang menyimpang itu adalah peristiwa bom bunuh diri di Gereja Katedral Makassar pada 28 Maret 2021, tindakan ini tidak sesuai ajaran Islam," ujar Ma'ruf.
Karena itu, ia mengapresiasi kolaborasi Ikatan Dai Indonesia (IKADI) dengan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) melalui Webinar Nasional “Peran Da’i dalam Deradikalisasi Paham Keagamaan di Indonesia”. Webinar ini kata Wapres, sangat relevan dengan tantangan saat ini.
"Khususnya terkait dengan masih adanya pihak yang memahami agama secara keliru dan mereka yang melakukan kekerasan dengan mengatasnamakan agama," ungkapnya.
Ia berharap, para dai menjadi kekuatan komunitas, yang mampu mendeteksi dini dan mengeliminasi pola pikir intoleran, egosentris kelompok, dan gerakan yang mengarah pada kekerasan. Karena itu, dalam dakwahnya para dai harus terus mengajarkan moderasi beragama
Pertama, mengembangkan sikap toleran, yaitu perilaku yang menerima dan menghargai keberadaan orang lain yang berbeda keyakinan.
Kedua, anti kekerasan, yakni tidak membenarkan tindak kekerasan, terutama atas nama agama, baik yang dilakukan secara verbal maupun fisik.
Ketiga, Menjaga kerukunan dan persatuan, melalui 4 bingkai, yaitu bingkai teologis dengan mengedepankan teologi kerukunan. bingkai politik dengan penguatan empat konsensus kebangsaan yaitu Pancasila, UUD 1945, NKRI dan Bhinneka Tunggal Ika, bingkai sosiologis melalui pendekatan sosio kultural dan kearifan lokal, dan bingkai yuridis dengan kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan.
"Gunakanlah narasi dakwah yang rahmatan lil ‘alamin dengan manhaj yang wasathy. Metode dakwah yang digunakan harus menyesuaikan situasi masyarakat Indonesia yang beragam dan majemuk," ujarnya.