Ahad 04 Apr 2021 21:11 WIB

Alissa Wahid: Di Negara Lain, Pelaku Teror di Luar Islam

para pelaku teror memiliki persepsi ketidakadilan di Indonesia

Rep: Haura Hafizhah/ Red: A.Syalaby Ichsan
Koordinator Jaringan Gusdurian Alissa Wahid memberikan pemaparan saat acara Dialog Kebangsaan Seri V bertajuk Mengokohkan Bangsa Merawat Patriotisme, Progresivitas dan Kemajuan Bangsa di Stasiun Tugu Yogyakarta, Selasa (19/2/2019).
Foto: Antara/Andreas Fitri Atmoko
Koordinator Jaringan Gusdurian Alissa Wahid memberikan pemaparan saat acara Dialog Kebangsaan Seri V bertajuk Mengokohkan Bangsa Merawat Patriotisme, Progresivitas dan Kemajuan Bangsa di Stasiun Tugu Yogyakarta, Selasa (19/2/2019).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA-- Koordinator Jaringan Gusdurian, Alissa Wahid mengatakan,  agama sebagai penyulut aksi terorisme harus dipahami dari sudut pandang yang lebih luas dan dari berbagai agama. Bukan sekadar Islam. Dia pun mencontohkan, ada pelaku teror di negara lain merupakan pemeluk non-Islam.

Selain itu,  Alissa menjelaskan, para pelaku teror memiliki persepsi ketidakadilan di Indonesia. Mereka pun ingin melakukan penyerangan terhadap pihak yang dianggap tidak sesuai dengan mereka.

"Keadilan yang dirasakan, belum tentu merupakan ketidakadilan yang nyata dan langsung. Selain itu, agama sebagai faktor pemicu harus dipahami dari sudut pandang yang lebih luas atau dari berbagai agama, tidak hanya Islam. Di negara lain, pelakunya juga berasal dari agama lain di luar Islam," katanya dalam diskusi bertajuk "Bom di Makassar dan Penembakan Mabes Polri : Perspektif Toleransi dan Demokrasi" yang diadakan secara virtual, Ahad (4/4).

Kemudian, ia melanjutkan terkait persepsi ketidakadilan tidak serta merta berarti kalau pelakunya berasal dari masyarakat yang terpinggirkan secara sosial atau ekonomi.  Bahkan, ada pelaku yang berasal dari kelompok “si kaya” dan memiliki keistimewaan ekonomi.

Lalu, teroris di negara lain, pelakunya ada yang berasal dari agama lain di luar Islam.  Ciri mental mereka salah satunya ada pada sentimen komunalnya, sedangkan demokrasi dalam pandangan mereka hanya untuk kepentingan individu, bukan masyarakat.  Mereka menyerang gagasan sekularisme dan komunisme.

Konservatisme dan narasi konservatif tetap meningkat. Dia menjelaskan, narasi mereka bertentangan dengan idiom nasional mengklaim kalau itu tidak memiliki dasar agama. Padahal bela Islam, bukan nasionalisme, punya dasar yang kuat dan punya acuan yang jelas.

Ia menambahkan untuk saat ini pemerintah harus bisa menghancurkan sel-sel jaringan terorisme di Indonesia, memenangkan pertarungan gagasan dan nilai-nilai keindonesiaan, memenangi pertarungan digital, memperkuat praktik moderasi beragama dan membangun praktik bernegara berlandaskan hak konstitusi.

"Peran agama itu penting. Sebagaimana dikatakan Gus Dur, peran agama harus berasal dari kesadaran kami.  Kami adalah bagian dari dunia dan jagat raya dan agar kami dapat memberikan kebaikan untuk sesama," kata dia.

 

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement