REPUBLIKA.CO.ID, BANGKOK -- Model Myanmar Han Lay gagal mendapatkan mahkota dalam kontes kecantikan Miss Grand International yang digelar pekan lalu. Tetapi dia akan dikenang sebagai salah satu kontestan yang menyuarakan keprihatinan dan secara langsung meminta bantuan internasional, setelah kudeta militer melanda Myanmar pada 1 Februari.
Perempuan berusia 22 tahun itu menyampaikan sebuah pidato yang emosional pada Sabtu (3/4). Dalam pidatonya, Han Lay memohon "bantuan internasional yang mendesak" untuk Myanmar. Sebelumnya pada Jumat (2/4), dia mengatakan rekan senegaranya tidak akan mundur dari perjuangan anti-kudeta yang sejauh ini telah merenggut hampir 550 nyawa.
"Saya dapat mengatakan satu hal, bahwa kami warga Myanmar tidak akan pernah menyerah," kata Han Lay kepada Reuters.
“Mereka mengatakan kepada saya bahwa mereka akan bertarung di jalan dan saya juga berjuang di atas panggung sekarang. Jadi saya pikir jika mereka tidak menyerah, kami akan menang," ujar Han Lay menambahkan.
Han Lay menyampaikan pidatonya dengan mata yang berkaca-kaca. Suaranya sedikit bergetar karena kesedihan mendalam yang tidak dapat dia kendalikan. “Saya mengendalikan perasaan saya saat itu karena saya perlu berbicara selama dua atau tiga menit kepada seluruh dunia,” katanya.
"Saya banyak menangis dan juga sepanjang malam ketika saya kembali ke kamar saya, saya banyak menangis. Sampai sekarang ketika saya berbicara tentang Myanmar, saya juga banyak menangis," ujar Han Lay menambahkan.
Han Lay mengatakan, selama mengikuti kompetisi dia tidak dapat fokus. Dia merasa bersalah karena orang-orang di kampung halamannya menderita akibat kekerasan militer.
"Saya tidak bisa bahagia di sini karena (selama) saya melakukan aktivitas sehari-hari di sini, banyak orang meninggal di Myanmar," ujar Han Lay.
Pendiri kompetisi, Nawat Itsaragrisil, mengatakan keputusan Han Lay untuk menentang junta dapat mengancam keamanannya. Dengan demikian dia harus tinggal di luar negeri.
"Jika dia (akan) kembali ke Myanmar sekarang, dia tidak akan kembali ke rumah, dia akan masuk penjara," kata Itsaragrisil.
Myanmar telah mengalami kekacauan sejak kudeta. Aksi demonstrasi dan pemogokan harian mewarnai seluruh wilayah Myanmar hampir setiap hari. Pasukan keamanan menggunakan kekuatan maksimal dan senjata api untuk membubarkan para demonstran.