REPUBLIKA.CO.ID, ANKARA -- Sekelompok pensiunan Laksamana Angkatan Laut (AL) Turki mendapat kecaman pada Ahad (4/4) karena mengeluarkan pertanyaan bahwa pejabat pemerintah terkait dengan sejarah kudeta militer di Turki.
Sebanyak 103 mantan perwira AL mengkritik Turki yang menarik diri dari perjanjian internasional yang mengatur pengiriman melalui Selat Bosporus dan Dardanelles, yang menghubungkan Laut Mediterania ke Laut Hitam. Pernyataan yang dikeluarkan itu disebut sebagai upaya menghasut masyarakat untuk melakukan kudeta kepada pemerintah resmi.
Kepala jaksa di Ankara pun meluncurkan penyelidikan atas pernyataan laksamana. "Pernyataan sekelompok anggota militer pensiunan yang menimbulkan periode kudeta hanya membuat mereka tampak konyol dan menyedihkan," kata juru bicara Erdogan, Ibrahim Kalin, lewat akun Twitter-nya, dikutip ABC.
Wakil Presiden Turki Fuat Oktay membandingkan para penanda tangan pernyataan itu dengan "pengecut yang bersiul di kuburan". Numan Kurtulus, wakil pemimpin partai yang berkuasa di Turki, membuat status di akun Twitter-nya, dengan menyebut mereka adalah "pencinta Turki kuno yang melihat diri mereka di atas kehendak bangsa".
English Alarabiya melaporkan, Turki memang kemungkinkan meninggalkan Konvensi Montreux 1936. Keputusan itu muncul pada pekan lalu selama diskusi tentang pembangunan kanal pengiriman ke utara Istanbul yang akan melewati Bosporus.
"Fakta bahwa penarikan diri dari Konvensi Montreux terbuka untuk diperdebatkan sebagai bagian dari pembicaraan di Kanal Istanbul dan kewenangan untuk keluar dari perjanjian internasional ditanggapi dengan keprihatinan," kata pernyataan yang dibacakan pensiunan laksamana dalam deklarasi yang dirilis Sabtu (3/4) malam.
Baca juga : Gubernur Papua Masuk PNG Secara Ilegal, Mendagri: Memalukan
"Kami percaya bahwa semua jenis pernyataan dan tindakan yang akan mengarah pada diskusi tentang Konvensi Montreux, yang memiliki tempat penting dalam kelangsungan hidup Turki, harus dihindari," kata kelompok itu.
Partai yang berkuasa dan pejabat pemerintah memiliki kesamaan dengan pernyataan yang menyertai pengambilalihan militer pada masa lalu di Turki. Turki mengalami kudeta pada 1960, 1971, dan 1980, dan intervensi militer pada 1997, yang menyebabkan pengunduran diri pemerintah koalisi yang dipimpin oleh Islam.
Pada 2016, kudeta sebagian faksi militer yang gagal kepada Recep Tayyib Erdogan menyebabkan lebih 250 orang meninggal.