REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kedutaan Besar China (Kedubes) untuk Indonesia menegaskan masyarakat di Xinjiang, termasuk etnis Uighur, hidup dengan lebih baik dan terentaskan kemiskinan. Menurut Kedubes, tuduhan Barat atas genosida, pemandulan paksa, dan kerja paksa etnis Uighur tidak berdasar karena fakta di lapangan menunjukkan hal berbeda.
"Dalam beberapa puluh tahun terakhir, pembangunan ekonomi dan sosial di Xinjiang telah meraih pencapaian luar biasa," ujar keterangan resmi dari Kedubes China untuk Indonesia yang diterima Republika.co.id, Senin (5/4).
Dalam 40 tahun terakhir, menurut Kedubes China, jumlah penduduk etnis Uighur di Xinjiang meningkat dari 5,55 juta menjadi lebih dari 12,7 juta jiwa. Angka harapan hidup rata-rata juga meningkat dari hanya 30 tahun pada era sebelum 1960-an menjadi 72 tahun saat ini.
"Dalam beberapa tahun terakhir, tingkat pertumbuhan populasi etnis Uighur mencapai 25,04 persen, lebih tinggi daripada tingkat pertumbuhan populasi seluruh Xinjiang yang sebesar 13,99 persen, dan tentunya jauh lebih tinggi daripada tingkat pertumbuhan populasi etnik Han yang hanya sebesar 2,0 persen," kata keterangan Kedubes China.
Selain itu, Kedubes China pun menyatakan, aspirasi dan kebutuhan para tenaga kerja dari semua etnis di Xinjiang sepenuhnya dihormati. Mereka bebas memilih sendiri pekerjaan dan lokasi kerja masing-masing.
Baca juga : Perkara Pilkada Sabu Raijua, MK akan Panggil Kedubes AS
Warga Xinjiang juga menandatangani kontrak kerja legal dengan pihak perusahaan sesuai prinsip kesetaraan dan kesukarelaan, serta mendapatkan upah yang sepadan. "Sejak tahun 2018, berbagai perusahaan di Xinjiang maupun provinsi-provinsi lainnya di China telah menyerap 151.000 surplus tenaga kerja dengan latar belakang keluarga miskin dari Xinjiang Selatan," ujar Kedubes China.
Para pekerja itu, menurut pernyataan tersebut, memperoleh pendapatan rata-rata tahunan sebesar 45.000 yuan atau sekitar Rp 99 juta. China mengklaim, semua warga telah berhasil dientaskan dari kemiskinan.