REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Terdakwa Djoko Tjandra mengaku pasrah jelang pembacaan vonis terhadap dirinya di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi. Djoko Tjandra tetap yakin putusan majelis hakim akan lebih ringan dibanding tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU).
"Yang terbaik saja, yang sesuai dengan fakta. Ya (saya) yakin dong lebih ringan dari tuntutan jaksa, banyak yang ngawur (tuntutan jaksa)," kata Djoko Tjandra di Ruang Sidang Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin (5/4).
"Kalau tidak berbuat salah enggak perlu khawatir. Apa yang perlu dikhawatirkan. Kalau korupsi dan sebagainya baru boleh khawatir, ini apa urusan perkara ini," ujarnya menambahkan.
Djoko Tjandra menghadapi sidang putusan dalam dua kasus sekaligus, yakni terkait pengurusan fatwa Mahkamah Agung (MA) serta penghapusan nama Djoko Tjandra dari Daftar Pencarian Orang (DPO). Sebelumnya, dalam nota pembelaannya, Djoko Tjandra meyakini majelis hakim akan memutuskan bahwa dirinya merupakan korban penipuan yang dilakukan Jaksa Pinangki Sirna Malasari Cs saat ingin mengurus kepentingannya di Indonesia.
Menurutnya, fakta soal penipuan itu dikuatkan selama proses persidangan, dimana jaksa Pinangki justru sebagai pihak yang menghampiri Djoko Tjandra di Malaysia untuk menawarkan jasa dalam mengurus perkara hukum di MA. "Memang faktanya memang itu kan penipuan. Oh jelas, saya didatengin kok di malaysia. Buka saya mencari. Itu keyakinan dan fakta dipersidangan kan begitu," kata Djoko Tjandra.
Djoko Tjandra bahkan mengaku santai dengan putusan yang akan dibacakan hakim dalam persidangan nanti. "Santai ajalah, sesuai fakta hukum aja apa yang terjadi dalam persidangan tadi," ujarnya.
Jaksa Penuntut Umum meminta Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat menjatuhkan hukuman 4 tahun penjara dan denda Rp100 juta subsider 6 bulan kurungan terhadap Djoko Tjandra. Penuntut Umum menyatakan terdakwa perkara pengurusan fatwa Mahkamah Agung (MA) serta penghapusan nama Djoko Tjandra dari Daftar Pencarian Orang (DPO) itu terbukti melakukan tindak pidana korupsi berupa suap kepada pejabat penyelenggara negara.
Selain terbukti bersalah, dalam amar tuntutan, penuntut umum juga menolak permohonan Djoko Tjandra untuk menjadi justice collaborator atas surat yang diajukan tertanggal 4 Februari 2021. Penuntut umum menganggap Djoko Tjandra merupakan pelaku utama dalam kasus dugaan suap pejabat negara. Hal tersebut karena Djoko Tjandra berposisi sebagai pihak pemberi suap.
Djoko Tjandra didakwa melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 Tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP Jo. Pasal 65 ayat (1) dan (2) KUHP.