Narasi Aksi Teror Rekayasa Dinilai Misinformasi
Red: Fernan Rahadi
Sejumlah anggota kepolisian berjaga pasca penembakan terduga teroris di kawasan Gedung Mabes Polri, Jakarta, Rabu (31/3). | Foto: Republika/Putra M. Akbar
REPUBLIKA.CO.ID, SLEMAN -- Aksi teror penembakan di Mabes Polri Jakarta terjadi pada Rabu (31/3) setelah sebelumnya terjadi aksi teror bom bunuh diri di Gereja Katedral Makassar, Sulawesi Selatan pada Ahad (28/3). Dari aksi teror yang terjadi beruntun ini, masih saja ada pihak-pihak yang menyebut bahwa kejadian ini adalah rekayasa dari pemerintah atau bahkan rekayasa semata untuk pengalihan perhatian atau isu.
Koordinator Nasional Jaringan Gus Durian, Alissa Wahid mengatakan terdapat narasi yang mengatakan kejadian teror adalah rekayasa, sebetulnya adalah bagian dari misinformasi atau penyesatan informasi yang dilakukan oleh pihak-pihak tertentu. Apalagi menurutnya jika misinformasi itu dilakukan dengan memuat potongan video dari Gus Dur.
"Yang disampaikan oleh Gus Dur (almarhum KH Abdurrahman Wahid) itu konteksnya sangat berbeda dengan kejadian hari ini. Karena pernyataan itu dibuat pada saat rezim lalu yaitu orde baru, di mana kekuatan angkatan bersenjata saat itu memang cukup besar dan banyak catatan rekayasa pada saat itu," ujar Alissa di Sleman, akhir pekan lalu.
Menurutnya, video Gus Dur yang dipotong itu sebetulnya berbicara dalam konteks yang sama sekali berbeda dengan aksi terorisme yang terjadi pada pekan ini, dan Alissa menyebut bahwa video aslinya itu sebenarnya cukup panjang. Ia mempertanyakan kenapa yang diambil pas yang bagian itu saja.
"Panjang lho itu videonya, kenapa yang diambil hanya yang sepotong itu saja. Jadi menurut saya itu misinformasi yang dilakukan oleh kelompok-kelompok tertentu," tutur Alissa.
Oleh karena itu, jika terkait narasi narasi rekayasa dan lain-lain, Alissa menyebut bahwa apa pun yang dilakukan pemerintah dalam konteks ini (penanggulangan terorisme) pasti akan dituduh sebagai islamofobia, kemudian ada rekayasa, mau menyudutkan kelompok tertentu dan lainnya.
"Karena masih denial (penyangkalan), masih tidak mau mengakui bahwa memang ada kelompok-kelompok ini yang kita seharusnya juga menolak kehadirannya," kata wanita yang saat ini menjadi Sekjen Gerakan Suluh Kebangsaan tersebut.