REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), Doni Monardo mengatakan, pemerintah belum perlu menetapkan status banjir bandang yang terjadi di Nusa Tenggara Timur (NTT) sebagai bencana nasional. Dalam konferensi pers yang digelar secara virtual, Senin (5/4), Doni mengatakan, status bencana nasional baru akan ditetapkan manakala kegiatan pemerintahan daerah lumpuh total.
"Status darurat bencana nasional manakala pemerintah daerah lumpuh sehingga pusat harus mengambil alih. Sejauh ini kegiatan pemerintahan masih berjalan," kata Doni.
Saat ini, kata dia, seluruh pemerintah daerah baik kota/kabupaten maupun provinsi masih bisa menangani bencana tersebut. Tidak ada satupun pemerintah daerah yang lumpuh. Pengungsi masih dalam batas kemampuan daerah untuk melakukan penanggulangan bencana. "Kami tidak perlu usulan bencana nasional," kata dia.
Kendati demikian, pemerintah pusat melalui BNPB, Kementerian Sosial, hingga BMKG, akan memberikan dukungan sejak status tanggap darurat hingga masa pemulihan. "Adapun pemerintah pusat akan optimal memberikan dukungan kepada daerah, status bencana nasional tak perlu diberlakukan," katanya.
Korban meninggal akibat banjir bandang dan longsor yang terjadi di Nusa Tenggara Timur kini mencapai 84 orang dan penambahan dua orang di Nusa Tenggara Barat (NTB) sehingga total menjadi 86 jiwa. Sementara puluhan orang masih dalam pencaharian hingga Senin malam.
Jumlah itu akan terus bergerak mengingat hingga saat ini tim gabungan baik BNPB, TNI, Polri, dan BPBD setempat masih melakukan upaya pencaharian. BNPB juga akan menerjunkan tiga helikopter untuk mempermudah proses evakuasi dan distribusi logistik di wilayah yang terisolir. Apabila masih kurang, helikopter dari TNI dan Polri siap diterjunkan.