REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Untuk pertama kalinya, Muslim Rohingya dapat mendengarkan pembacaan Alquran dalam bahasa mereka.
Alquran tersebut diluncurkan dalam bentuk audio dan video daring. Peluncuran tersebut dilakukan bertahap pada Ramadhan nanti, yakni mulai pada pertengahan April.
Menurut PBB, Rohingya adalah salah satu minoritas yang paling teraniaya di dunia. Lebih dari 800 ribu orang yang terdiri dari mayoritas wanita dan anak-anak, terpaksa meninggalkan rumah di Myanmar setelah operasi militer yang brutal.
Aktivis hak asasi manusia (HAM) telah mencatat beberapa kasus pemerkosaan, pembunuhan di luar proses hukum, dan seluruh desa dibakar menjadi abu di negara bagian Rakhine Myanmar. Namun, penganiayaan selama beberapa dekade dan kecaman negara oleh pemerintah Buddha juga menghancurkan buku dan kitab suci berbahasa Rohingya.
“Kami tidak diizinkan membaca dan menulis dalam bahasa Rohingya. Mereka akan memberi kami hukuman maksimal, baik dibunuh atau dipenjara,” kata Aktivis dan Pengusaha Rohingya, Muhammad Noor yang merupakan bagian dari kampanye penerjemahan.
Upaya penerjemahan Rohingya di masa lalu tidak lengkap dan sebagian besar dalam bentuk teks yang menggunakan huruf Urdu, Arab atau Latin.
Sementara itu, banyak orang Rohingya yang buta huruf. Kebanyakan dari mereka sekarang tinggal di kamp-kamp pengungsi di Bangladesh. Mereka telah kehilangan pendidikan dan pekerjaan selama beberapa dekade.
Diaspora Rohingya, seperti Noor yang orang tuanya melarikan diri dari Myanmar pada 1960-an ke Timur Tengah, telah mencoba menghidupkan kembali budaya dan warisan Rohingya. Kendati bahasa Rohingya diucapkan dan dipahami oleh 1,8 juta orang, format tulisannya seperti alfabet dan kosakata telah mengalami beberapa perubahan selama berabad-abad.