Selasa 06 Apr 2021 11:47 WIB

BMKG: Pemanasan Global Naikkan Potensi Siklon Tropis Tahunan

Pemanasan global memang fenomena yang harus disikapi secara kompak semua negara

Rep: sapto andika candra/ Red: Hiru Muhammad
Petugas BMKG menunjukkan area pergerakan badai Siklon Tropis Cempaka di Laboratorium BMKG Kemayoran, Jakarta, Rabu (29/11).
Foto: Antara/Rivan Awal Lingga
Petugas BMKG menunjukkan area pergerakan badai Siklon Tropis Cempaka di Laboratorium BMKG Kemayoran, Jakarta, Rabu (29/11).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA--Siklon tropis berpotensi muncul secara rutin setiap tahun apabila tidak ada upaya untuk mengurangi dampak pemanasan global. Padahal lazimnya, siklon tropis terbentuk di wilayah Indonesia dengan selang waktu 2-4 tahun. Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) mencatat, kejadian siklon tropis mulai terjadi secara tahunan sejak 2017 lalu. Bahkan, satu tahun bisa ditemukan dua siklon tropis. 

"Ini yang tidak lazim. Barangkali kita perlu mengevaluasi karena penyebabnya adalah, semakin panasnya suhu muka air laut. Ini baru hipotesis ya. Tapi ada korelasi dengan peningkatan suhu muka air laut yang dipengaruhi juga oleh global warming," ujar Kepala BMKG Dwikorita Karnawati dalam keterangan pers usai rapat terbatas, Selasa (6/4). 

Dwikorita menambahkan, pemanasan global memang sebuah fenomena yang harus disikapi secara kompak oleh seluruh negara. Karena kalau tidak, maka siklon tropis dengan kekuatan pusaran tinggi seperti Seroja yang menghantam wilayah NTT beberapa hari ini bisa saja muncul setiap tahun. 

"Kalau tidak, kondisi siklon ini akan menjadi kejadian rutin setiap tahun, menjadi hal yang normal. Ini yang harus kita antisipasi bersama," ujar Dwikorita. 

Siklon tropis Seroja yang menerjang kawasan NTT beberapa hari ini juga disebut 'tak lazim'. Dwikorita menyebutkan, siklon tropis Seroja mulai terbentuk dan berkembang  di atas wilayah NTT termasuk daratannya. Padahal biasanya, siklon tropis muncul dan berkembang di atas samudra atau laut, dengan bagian yang masuk darat hanya ekornya saja. 

"Inilah yang pertama kali terjadi, bedanya dengan siklon-siklon sebelumnya, siklon ini masuk ke daratan. Padahal pada umumnya siklon yang terjadi di Indonesia tidak masuk ke darat. Yang warna merah itu kekuatan tertinggi sudah masuk ke Kupang (citra satelit 3 April 2021)," ujar Dwikorita dalam keterangan pers usai rapat terbatas bersama Presiden Jokowi, Selasa (6/4). 

Dwikorita lantas menunjukkan citra satelit dari siklon tropis Cempaka yang sempat menerjang wilayah Jawa Tengah dan DIY bagian selatan pada November 2017 lalu. Pada siklon tropis Cempaka itu, pusat badai berada di lautan. 

"Dan yang masuk ke darat hanya ekor yang warna biru-hijau. Begitu masuk ke darat, sebelumnya langsung pecah terurai. Namun ini (siklon Seroja) mulai berkembang saja sudah kena pulau. Dan itulah yang membuat lebih dahsyat," kata Dwikorita.

Kecepatan pusaran siklon tropis Seroja yang menghantam wilayah NTT, ujar Dwikorita, mencapai 85 km/jam saat terbentuk. Seiring bertambahnya waktu, per Selasa (6/4) ini kecepatan pusarannya naik menjadi 110 km/jam. Angkanya berpotensi meningkat menjadi 130 km/jam. Hanya saja, dampak ke manusia diyakini semakin berkurang karena badan siklon tropis Seroja saat ini telah menjauhi wilayah NTT. 

 

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement