REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Juru bicara Demokrat versi Kongres Luar Biasa (KLB) Muhammad Rahmad mengatakan, pihaknya akan tetap mengambil jalur gugatan ke PTUN menyoal AD/ART Demokrat 2020. Gugatan itu, telah disampaikan ke Pengadilan Negeri pekan lalu.
Dalam gugatan tersebut, kata Rahmad, pihaknya meminta PN untuk membatalkan AD/ART 2020 beserta susunan pengurus DPP Demokrat AHY. Lanjut dia, alasan gugatan untuk membatalkan AD/ART itu karena dianggap telah melanggar UU baik formil maupun materil.
Tak hanya itu, pihaknya juga meminta ganti rugi dengan tujuan mengembalikan dana tersebut ke tiap-tiap DPD dan DPC. "Meminta Kubu AHY ganti rugi RP 100 miliar rupiah. Uang itu (akan) kami berikan ke seluruh DPD dan DPC se-Indonesia yang selama ini sudah nyetor ke Pusat," jelas dia kepada Republika, Selasa (6/3).
Lebih lanjut, terkait gugatan terhadap putusan Kemenkumham yang menolak hasil KLB Deli Serdang, sesuai UU PTUN Pasal 55, kata dia, masih tersedia waktu 90 hari. Utamanya, untuk melayangkan gugatan ke PTUN. "Dicicil dulu. Ke PTUN masih ada waktu. Jangan buru-buru," ungkap dia.
Terpisah, Ketua Dewan Pembina Demokrat versi KLB, Marzuki Alie menegaskan, pihaknya tetap akan melakukan perlawanan untuk mengembalikan Partai Demokrat sesuai Khittahnya. Menurut dia, langkah itu merupakan bentuk demokrasi dan perjuangan yang didasarkan pada keyakinan.
Ketika ditanya langkah untuk membuat partai politik baru atau bergabung ke partai lain, Marzuki, menampiknya. Dia menuturkan, memerdekakan Indonesia memerlukan pengorbanan, termasuk memerdekakan Demokrat dari kepemilikan pribadi SBY.
"Kenapa harus buat partai baru?. Partai Demokrat itu bukan milik Cikeas," ucapnya kepada Republika, Selasa (6/4).
Dia melanjutkan, secara pribadi, langkah tersebut merupakan langkah mengembalikan Demokrat sebagai partai yang menegakkan nilai-nilai demokratis, terbuka dan modern.
Oleh sebab itu, Marzuki meyakini, jika Demokrat tidak kembali kepada pedoman awalnya, maka perlawanan akan terus berlanjut. "Partai Demokrat akan terus bergolak, perjuangan untuk melawan itu akan terus ada, patah, tumbuh, hilang dan berganti," kata mantan Sekjen Demokrat itu.