Rabu 07 Apr 2021 06:11 WIB

Akses Adil Vaksin Covid-19 dalam Tanda Tanya

Negara-negara kaya memilih mengamankan vaksin Covid-19 untuk kebutuhannya sendiri

Red: Joko Sadewo
Peneliti beraktivitas di ruang riset vaksin Merah Putih di kantor Bio Farma, Bandung, Jawa Barat.
Foto: Dhemas Reviyanto/ANTARA FOTO
Peneliti beraktivitas di ruang riset vaksin Merah Putih di kantor Bio Farma, Bandung, Jawa Barat.

Oleh : Nuraini, Jurnalis Republika.co.id

REPUBLIKA.CO.ID, Vaksin Covid-19 menjadi komoditas paling berharga saat ini. Setidaknya itu tergambar dari berebutnya negara-negara di dunia untuk pasokan vaksin. Bahkan, masing-masing negara berupaya mengamankan pasokannya untuk kebutuhan warganya sendiri. Lalu, bagaimana nasib pandemi Covid-19 di negara-negara miskin, terisolasi, atau bahkan yang dilanda perang?

Program bagi-bagi vaksin Covid-19 untuk negara-negara yang membutuhkan telah digagas WHO lewat Covax. Akan tetapi, program Covax terancam kekurangan pasokan vaksin Covid-19 karena produsen memprioritaskan kebutuhan masing-masing negara. Salah satunya, Serum Institute of India (SII) yang merupakan produsen vaksin terbesar, memilih untuk menyimpan vaksin buatannya untuk kebutuhan dalam negeri India. Vaksin AstraZeneca yang dibuat oleh SII lebih diprioritaskan untuk warga India sendiri sehingga memilih menunda pengiriman ekspor vaksin pada Maret dan April yang memengaruhi pasokan Covax.

Kebijakan SII itu membuat India berada dalam sorotan dunia. Bahkan, India tercatat telah menerima 10 juta dosis vaksin Covax, terbanyak di antara negara mana pun. Negara itu telah menerima sepertiga dari hampir 28 juta dosis vaksin AstraZeneca yang dibuat di dalam negeri. India telah menyuntikkan vaksin di dalam negeri sebanyak 60,4 juta dosis. Meskipun, India telah tercatat mengekspor 64 juta dosis vaksin.

Pada akhir Maret, WHO telah mengakui pasokan vaksin Covax mulai tersendat. WHO juga memprotes negara-negara kaya yang mengamankan sebagian besar pasokan vaksin, padahal jumlahnya masih terbatas. Akibatnya, distribusi vaksin tidak merata. Hingga akhir Maret itu, WHO masih mencatat 20 negara yang masuk skema Covax sama sekali belum mendapat pasokan vaksin. Padahal, WHO menarget Covax dapat memberikan 2 miliar dosis vaksin ke 64 negara.

Indonesia menjadi salah satu negara yang terdampak seretnya pasokan vaksin Covax. Semula Indonesia direncanakan menerima 2,5 juta dosis vaksin AstraZeneca melalui program Covax pada 22 Maret. Namun, penundaan pengiriman dari India membuat pasokan vaksin Indonesia bisa jadi baru diterima pada Mei. Indonesia telah menerima 1,1 juta dosis vaksin AstraZeneca melalui Covax.

Banyak negara miskin yang bergantung pada pasokan vaksin Covid-19 dari program Covax. Namun, kondisi itu tidak juga membuat negara-negara kaya secara massif berbagi vaksin. Uni Eropa bahkan sempat melarang AstraZeneca untuk mengekspor vaksin jika pesanan mereka belum terpenuhi. Sebanyak 52 pabrik telah ikut berpartisipasi memproduksi vaksin di Eropa. Benua ini menargetkan dapat memproduksi 2-3 miliar dosis vaksin pada akhir tahun ini.

Baca juga : Embargo Vaksin Buat Target Sejuta Vaksin per Hari Kian Sulit

Akses yang adil terhadap vaksin Covid-19 telah digaungkan WHO sejak negara-negara kaya dunia berupaya mengamankan pasokan masing-masing. Kebijakan-kebijakan yang menghambat pengiriman vaksin telah membuat negara-negara miskin, seperti di Afrika, kehabisan stok. Sejauh ini, WHO mencatat sebanyak 44 negara telah menerima vaksin melalui Covax atau sumbangan dan perjanjian bilateral. Namun, jika kebijakan negara-negara penghasil vaksin masih berkompetisi mengamankan pasokan masing-masing, pandemi bisa jadi masih jauh dari kata akhir.

Kesenjangan antara negara kaya dan miskin memang semakin kentara saat pandemi Covid-19. Tidak hanya soal ekonomi, tetapi juga soal kesehatan dan ilmu pengetahuan untuk pengembangan vaksin Covid-19. Embargo vaksin dari negara-negara yang memiliki perusahaan produsen vaksin jelas menghambat vaksinasi di negara-negara lain. Selain itu, negara-negara kaya yang memprioritaskan vaksin untuk kebutuhannya sendiri, membuat distribusi vaksin terkendala. Butuh komitmen kuat negara-negara di dunia untuk akses adil pasokan vaksin Covid-19. Tidak akan banyak berarti jika pandemi Covid-19 dilawan sendirian karena virus telah menyebar ke seluruh dunia. Karena itu, pemulihannya pun membutuhkan kekompakan untuk akses adil vaksin.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement