REPUBLIKA.CO.ID, SURABAYA -- Kepala Dinas Pendidikan Jawa Timur Wahid Wahyudi mengatakan, empat daerah di Jatim yang belum menggelar pembelajaran tatap muka PTM), khususnya jenjang SMA, SMK, dan SLB. Empat daerah itu, yakni Kabupaten Kediri, Kota Kediri, Kota Surabaya, dan Kota Malang.
Keempat daerah tersebut belum melaksanakan PTM karena belum ada rekomendasi dari kepala daerahnya."Syaratnya, harus ada rekomendasi dari bupati/ wali kota termasuk rekomendasi dari satuan tugas penanganan Covid-19 kabupaten/ kota," ujar Wahid dikonfirmasi Selasa (6/4).
Wahid menjabarkan beberapa aturan, utamanya dalam menerapkan protokol kesehatan saat pembelajaran tatap muka digelar. Di antaranya adalah pembatasan jumlah siswa yang mengikuti belajar di kelas dengan kuota 25 hingga 50 persen.
Kemudian, pembelajaran tatap muka hanya digelar tiga jam. Artinya, setelah selesai proses belajar mengajar, siswa harus langsung pulang. Selain itu, kantin sekolah harus tetap tutup dan siswa diharapkan membawa bekal makanan dari rumah.
"Jadi di kelas itu hanya boleh ada 9 sampai 18 siswa. Normalnya kan 36 siswa. Guru tidak boleh keliling saat mengajar. Jadi hanya boleh di tempat dan tetap menjaga jarak dengan siswa," ujar Wahid.
Baca juga : Jakarta Pusat Uji Coba 10 Sekolah Belajar Tatap Muka
Wahid mengatakan uji coba sebagai kesiapan menyelenggarakan pembelajaran tatap muka (PTM) pada tahun ajaran baru 2021/2022, tepatnya pada Juli 2021. Terlebih, Jawa Timur telah memulai uji coba pembelajaran tatap muka sejak Agustus 2020, yang diakuinya berjalan lancar.
"Kapasitas dari bulan ke bulan sudah kami tingkatkan. Maka pada Juli 2021 kami harapkan pembelajaran tatap muka di Indonesia, termasuk di Jatim, sudah siap sejak sekarang," kata Wahid.
Ia juga mengungkapkan sejumlah perbedaan Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) jenjang SMA/ SMK antara tahun 2020 dengan tahun ini. Wahid mengungkapkan, tahun ini ada lima jalur PPDB.
Pertama, jalur afirmasi. Jalur ini diperuntukan bagi siswa keluarga kurang mampu termasuk anak buruh dan disabilitas ringan. "Kalau disabilitas tahun kemarin masuk zonasi, sekarang afirmasi. Kuotanya 15 persen," ujar Wahid di Surabaya, Selasa (6/4).
Kedua adalah jalur perpindahan tugas orang tua. Di samping perpindahan tugas orang tua, juga menampung anak tenaga pendidik atau pengajar. Termasuk juga tenaga kesehatan khusus yang menangani Covid-19, dengan kuota sekitar 5 persen.
Ketiga adalah jalur prestasi lomba. Jalur ini juga menampung kuota 5 persen. Jalur prestasi lomba berbeda dari tahun sebelumnya. Jika tahun lalu lombanya berjenjang dan dilaksanakan oleh pemerintah atau organisasi lembaga yang kerja sama dengan pemerintah.
"Tahun 2021 ini jalur prestasi bisa berjenjang bisa tidak. Bisa dilaksanakan oleh pemerintah atau lembaga secara mandiri. Kami rumuskan, masing-masing ada skornya," ujar Wahid.
Wahid mencontohkan siswa penghafal Al-Quran, yang menurutnya bisa masuk dalam jalur prestasi lomba. Termasuk juga siswa delegasi. "Maksudnya itu begini, contohnya Italia mengundang kejuaraan paduan suara setiap tahun. Bagi siswa yang diundang, kami beri skor," kata wahid.
Kemudian ada jalur prestasi akademik yang kuotanya sebesar 25 persen. Jalur ini mengambil nilai rapor pada semester I hingga V, yang nilainya adalah 70 persen.
“Ada indeks yang diambil dari akreditasi sekolah. Bobotnya 30 persen," katanya.
Terakhir adalah zonasi yang kuotanya 50 persen. Untuk SMA, sistemnya tidak berubah, sama seperti tahun lalu. Hal baru terjadi untuk SMK.
Baca juga : Pakar UGM: Antivirus Covid-19 Belum Ditemukan
Jika tahun lalu tidak ada zonasi di SMK maka tahun ini diberlakukan zonasi yang kuotanya sebanyak 10 persen. Hal itu termaktub dalam Permendikbud nomor 1 tahun 2021 tentang PPDB.
Wahid juga menjelaskan tentang surat keterangan domisili pada 2021 yang diperketat. Surat hanya diberikan pada kondisi tertentu, yakni apabila terkena bencana alam lalu bencana sosial seperti pengungsi dari Sampang.