REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Gaya hidup berwisata alam semakin digemari sebagian masyarakat selama era pemulihan pandemi. Wisata alam khususnya di kawasan konservasi, mampu menjadi forest healing menenangkan jiwa, raga dan pikiran.
Wakil Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) Alue Dohong mengatakan forest healing di masa pandemi merupakan potensi yang bisa dikembangkan di Indonesia. Karena Indonesia memiliki banyak obyek daya tarik wisata alam.
Menurut Wamen LHK, pengembangan ekowisata atau wisata alam merupakan salah satu pemanfaatan dari kawasan konservasi. Dimana sebelumnya pengelolaan Taman Nasional masih menerapkan pola fencing atau dipagari, tidak boleh diapa-apakan.
"Sekarang kita menginginkan di samping fungsi konservasi, ada pemanfaatan dalam arti jasa lingkungan, dan wisata alam," tutur Alue Dohong, saat acara Kunjungan Jurnalistik di Taman Nasional Gunung Gede Pangrango (TNGGP), Cibodas, Jawa Barat, Selasa (6/4).
Alue Dohong menilai berwisata sembari menikmati keindahan alam juga merupakan salah satu cara penyembuhan yang efektif. Konsep alam sebagai sumber penyembuhan ini dikenal dengan forest healing.
Menurut putra Kalimantan Tengah ini, mengunjungi keasrian hutan dengan mendaki atau berkamping bisa menjadi bagian dari forest healing. Namun menikmati hutan, menurut dia, bukan sekadar seberapa berapa langkah saat mendaki, namun memaknai keasrian alam setiap langkahnya.
Karena itu menjaga keasrian alam menjadi hal penting. Seperti tidak membuang sampah sembarangan di kawasan hutan konservasi dan menjaga kebersihan kawasan alam dan konservasi.
"Dengan begitu, tidak hanya jasmani namun juga dapat memberikan kontribusi terhadap kesehatan jiwa. Memasuki hutan juga dapat melepas stress, dan penat. Dengan melihat keindahan alam, imun juga meningkat," kata Wamen Alue.
Pada kesempatan tersebut, Wamen LHK mengingatkan tantangan kawasan wisata alam yaitu bagaimana mengelola sampah. Hal ini penting agar para penikmat wisata alam tidak terganggu dengan sampah yang dibuang sembarangan, termasuk di jalur pendakian.
"Apalagi sampahnya yang sulit atau bahkan tidak terurai di alam. Keindahan dan keunikan yang ada di alam, jangan sampai tercemar sampah," katanya.
Alue juga berpesan dengan adanya ekowisata bisa menjadi penggerak green economy di Indonesia. Pengelolaan wisata alam pun membuka peluang kerja sehingga berkontribusi terhadap pendapatan masyarakat, daerah, dan negara.
"Saya kira salah satu peluang Indonesia ke depan dalam rangka menuju green economy. Jadi paradigmanya yang berubah, tidak perlu mengeksploitasi alam lagi, tetapi dengan menerapkan multi environmental services," ujar Wamen LHK.
Kawasan TNGGP dengan luasan 24.270,8 hektare memiliki banyak potensi. Secara administratif, TNGGP mencakup tiga wilayah yaitu Cianjur, Sukabumi, dan Bogor. Dalam pengelolaannya dibagi menjadi 15 resort, dan masing-masing mempunyai segmentasi pengembangannya.