REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah menyatakan pandemi Covid-19 telah menyebabkan ekonomi global mengalami kontraksi terburuk dalam 150 tahun terakhir. Hal ini dirasakan oleh 170 negara dari 192 negara anggota PBB.
Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan dampak pandemi terhadap Indonesia dirasakan dari kuartal dua 2020 yang menyebabkan kontraksi ekonomi hingga 5,32 persen. Pertumbuhan ekonomi ini merupakan terburuk sejak krisis keuangan pada 1997-1998.
“Covid-19 memaksa dan membuat semua negara harus memformulasikan kebijakan tidak hanya ekonomi tapi kesehatan dan sosial. Jadi kita termasuk dalam 170 negara yang mengalami kontraksi sepanjang 2020, kita kontraksi 2,07 persen,” ujarnya dalam keterangan resmi, Rabu (7/4).
Menurutnya kontraksi itu masih lebih baik dibandingkan negara anggota G20 seperti Prancis minus sembilan persen, India minus delapan persen, Meksiko minus 8,5 persen, Inggris minus 10 persen, Brasil minus 4,5 persen, dan Arab Saudi minus 3,9 persen.
Tak hanya dibandingkan negara anggota G20, Sri Mulyani menyebutkan kontraksi Indonesia juga lebih baik pada tingkat ASEAN meskipun Vietnam dan China masih memiliki pertumbuhan yang positif.
“Singapura minus enam persen, Filipina minus 9,6 persen, dan Malaysia minus 5,8 persen,” ucapnya.
Kemudian jika dibandingkan dengan negara-negara Organization Islamic Cooperation (OIC) atau Organisasi kerja sama Islam seperti Iran minus 1,5 persen, Kuwait minus delapan persen, Nigeria minus 3,2 persen, dan Qatar minus 4,5 persen, maka Indonesia juga masih dalam kondisi relatif lebih baik.
Baca juga : OJK Minta BPRS Tingkatkan Pangsa Pasar
Oleh sebab itu Sri Mulyani mengungkapan semua negara melakukan countercyclical melalui dua instrumen yaitu fiskal dan moneter sebagai langkah untuk melawan siklus kontraksi yang luar biasa akibat pandemi ini. Dia menjelaskan data Dana Moneter Internasional (IMF) mencatat total stimulus seluruh dunia mencapai 11,7 triliun dolar AS atau 12 persen dari produk domestik bruto (PDB) dunia sedangkan Indonesia pada 2020 dalam program PEN dialokasikan sekitar 40 miliar dolar AS.
Menurutnya stimulus Indonesia sudah luar biasa besar jika dibandingkan total size stimulus global karena selama ini defisit nasional tidak boleh lebih dari tiga persen dan utang tidak boleh melebihi 60 persen dari PDB.
“Jadi ini adalah langkah luar biasa karena anggaran PEN sekitar 40 miliar dolar AS itu ditingkatkan pada 2021 karena Covid-19 belum selesai,” ucapnya.
Dari sisi lain Sri Mulyani juga menekankan ekonomi dan keuangan syariah harus berkontribusi dalam memulihkan kondisi Indonesia yang tertekan akibat krisis pandemi Covid-19 baik dari sisi sosial dan ekonomi.
“Ekonomi dan keuangan syariah itu penting tapi tidak terpisah pada keseluruhan ekonomi, tidak eksklusif. Harus dipikirkan bagaimana kontribusi ekonomi syariah dalam pemulihan kita,” ucapnya.
Sri Mulyani menuturkan beberapa azas dalam ekonomi syariah yang dapat menjadi pendorong pemulihan seperti dalam Islam yang menjunjung tinggi asas keadilan, transparansi, tata kelola yang baik, dan ikhtiar yang maksimal. Menurutnya, berbagai asas tersebut sangat cocok untuk mendorong pemulihan dan mengeluarkan Indonesia dari middle income trap seperti perbaikan tata kelola menjadi lebih baik.
Baca juga : Penembak FPI tak Ditahan, Adrianus: Tak Usah Dipersoalkan
“Salah satunya adalah tata kelola yang buruk. Itu menjadi salah satu solusi dari value ekonomi syariah,” ujar dia.
Kemudian azas ekonomi syariah seperti menjunjung tinggi kepedulian juga dapat digunakan untuk memperbaiki kualitas sumber daya manusia (SDM), sedangkan aspek ekonomi syariah lainnya seperti wakaf dan zakat juga mampu menjadi wadah sinergi untuk menyalurkan bantuan sosial, sehingga dampaknya dalam membantu kelompok miskin menjadi lebih efektif.