Rabu 07 Apr 2021 15:22 WIB

Tersangka Unlawful Killing FPI tak Ditahan, ISESS: Blunder

Upaya melindungi anggota yang bersalah bisa menjadi blunder institusi Polri.

Rep: Rizky Suryarandika, Ali Mansur/ Red: Andri Saubani
Sejumlah anggota tim penyidik Bareskrim Polri memperagakan adegan saat rekonstruksi kasus penembakan enam anggota laskar Front Pembela Islam (FPI) di Karawang, Jawa Barat, Senin (14/12/2020) dini hari. Kasus ini telah menetapkan tiga tersangka dari pihak kepolisian, namun satu di antara telah meninggal dunia. (ilustrasi)
Foto: ANTARA/M Ibnu Chazar
Sejumlah anggota tim penyidik Bareskrim Polri memperagakan adegan saat rekonstruksi kasus penembakan enam anggota laskar Front Pembela Islam (FPI) di Karawang, Jawa Barat, Senin (14/12/2020) dini hari. Kasus ini telah menetapkan tiga tersangka dari pihak kepolisian, namun satu di antara telah meninggal dunia. (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengamat kepolisian dari Institute for Security and Strategic Studies (ISESS) Bambang Rukminto mengkritisi langkah Polri yang tak menahan tersangka kasus unlawful killing terhadap laskar Front Pembela Islam (FPI). Ia memandang langkah ini akan jadi blunder bagi Polri.

Bambang memandang asumsi di masyarakat soal keterlibatan petinggi Polri dalam kasus unlawful killing justru makin sulit ditepis. Keputusan tidak menahan para tersangka dapat dianggap keberpihakan pada tersangka.

Baca Juga

"Sangat disayangkan. Dan ini juga membuktikan bahwa upaya kepolisian untuk melindungi anggota yang bersalah akan menjadi blunder bagi kepolisian sebagai suatu institusi," kata Bambang pada Republika, Rabu (7/4).

Bambang mengingatkan Polri untuk menaati semboyan profesional yang tercantum di tiap kantor kepolisian. Ia menyampaikan bahwa kesalahan tersangka harus ditebus sesuai hukum yang berlaku.

"Sebuah lembaga profesional tentunya harus tegas memisahkan perilaku anggota dengan kebijakan lembaga," ujar Bambang.

Bambang mengingatkan kalau Polri terus membela para tersangka malah memperburuk citra Polri. Menurutnya, masyarakat akan makin percaya bahwa aksi para tersangka seolah mendapat restu saat melancarkan pembunuhan.

"Upaya untuk melindungi anggota bisa jadi memunculkan asumsi bahwa insiden itu adalah kebijakan lembaga," ucap Bambang.

Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Polri telah menetapkan tiga anggota Polda Metro Jaya sebagai tersangka dengan kasus pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) atas tewasnya empat laskar FPI di Tol Jakarta-Cikampek. Sebelumnya, tiga orang tersebut berstatus sebagai terlapor, dan satu diantaranya telah meninggal dunia akibat kecelakaan.

Untuk salah satu tersangka berinisial EPZ yang telah meninggal dunia terlebih dulu maka penyidikannya diberhentikan. Keputusan pemberhentian ini berdasarkan pasal 109 KUHAP.

"Pada hari Kamis kemarin, penyidik telah melaksanakan gelar perkara terhadap peristiwa KM 50 dan kesimpulan dari gelar perkara yang dilakukan maka status dari terlapor tiga tersebut dinaikkan menjadi tersangka," ungkap Karo Penmas Divisi Humas Polri Brigjen Polisi Rusdi Hartono saat ditemui di Mabes Polri, Jakarta Selatan, Selasa (6/4).

Kendati demikian, Rusdi menyatakan, dua tersangka tersisa belum dilakukan penahanan meski sudah ditetapkan sebagai tersangka. Terkait alasan tidak dilakukan penahanan terhadap dua tersangka kasus pelanggaran HAM tersebut, kata Rusdi, penyidik memiliki pertimbangan sendiri.

"Dengan mempertimbangkan, penyidik punya pertimbangan subjektif dan objektif, nanti penyidik akan mempertimbangkan itu," terang Rusdi.

photo
Infografis FPI Terus Diburu - (republika/mgrol100)

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement