'Relaksasi PPnBM untuk Mobil Patut Diapresiasi'
Red: Fernan Rahadi
Pekerja membersihkan kaca mobil bekas yang dijual di Bursa Mobil Bekas WTC Mangga Dua, Jakarta, beberapa waktu lalu. Upaya ini diharapkan dapat memberikan stimulus pasar sekaligus mendorong pertumbuhan sektor ekonomi di tengah masa pandemi Covid-19. . | Foto: Antara/Aprillio Akbar
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengenaan pajak penjualan atas barang mewah (PPnBM) sebesar 0 persen untuk mobil telah resmi berlaku pada 1 Maret 2021 lalu. Upaya ini diharapkan dapat memberikan stimulus pasar sekaligus mendorong pertumbuhan sektor ekonomi di tengah masa pandemi Covid-19.
Aturan itu tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 20/PMK.010/2021 tentang PPnBM atas Penyerahan Barang Kena Pajak yang Tergolong Mewah Berupa Kendaraan Bermotor Tertentu yang ditanggung anggaran pemerintah 2021.
Dalam Pasal 5 dijelaskan bahwa pemerintah akan membebaskan pembayaran PPnBM sebesar 100 persen yang akan diberikan selama periode Maret hingga Mei 2021. Sedangkan insentif 50 persen diberikan pada Juni sampai dengan Agustus, dan 25 persen pada bulan September hingga Desember 2021.
Sebagai syaratnya, insentif ini berlaku bagi mobil sedan dan kendaraan dengan satu gardan penggerak (4x2), yang memiliki isi kapasitas mesin sampai dengan 1.500 cc. Selain itu, kendaraan tersebut harus memiliki kandungan lokal sebesar 60 persen.
Sejak berlakunya kebijakan relaksasi PPnBM, agen pemegang merk (APM) melaporkan sudah ada peningkatan penjualan secara signifikan. Hal ini bisa dilihat dari total surat pembelian kendaraan (SPK) yang dikeluarkan oleh perusahaan otomotif.
Tax & Customs Partner Grant Thornton Indonesia, Juanita Pribadi, mengatakan adanya relaksasi PPnBM tentu bisa membuat harga mobil baru menjadi lebih menarik, meskipun pada beberapa tipe kendaraan, pengurangan tersebut tidak signifikan.
"Kebijakan ini diharapkan dapat meningkatkan penjualan mobil dan juga memberikan dampak positif bagi sektor pendukung lainnya, seperti industri bahan baku otomotif. Tentunya kita juga harus mengapresiasi upaya pemerintah dalam memberikan stimulus bagi pasar otomotif sekaligus mendorong pertumbuhan sektor otomotif di tengah masa pandemi Covid-1," kata Juanita dalam siaran pers, Rabu (7/4).
Meskipun demikian, kata dia, diharapakan antisipasi atas dampak relaksasi ini bisa terukur dan tidak memberikan dampak yang sebaliknya bagi industri lainnya misalnya industri perdagangan mobil bekas dan industri pembiayaan kendaraan bermotor.
Beberapa perusahaan otomotif menyebutkan sepekan setelah berlakunya relaksasi PPnBM, permintaan mobil perusahaan naik 100 persen, dibanding periode yang sama di bulan Februari 2021. Bahkan model mobil yang tidak mendapatkan insentif pun penjualannya ikut meningkat.
Hal ini juga membuat Presiden Joko Widodo menginginkan adanya perluasan agar kendaraaan 2.500cc juga mendapatkan insentif yang sama. Hal tersebut diungkapkan Menteri Perindustrian Agus Gumiwang saat menghadap Presiden Jokowi.
Dalam pertemuannya tersebut, Jokowi mengutarakan keinginannya agar kendaraan bermotor roda empat berkapasitas 2.500 juga bisa mendapatkan insentif pajak dalam masa pandemi saat ini. Setelah pertemuan tersebut, pemerintah pun akhirnya resmi memperluas pemberian diskon PPnBM hingga 2.500 cc mulai 1 April 2021.
Menteri Perindustrian Agung Gumiwang menyebut, kebijakan yang telah diputuskan dalam rapat koordinasi terbatas ini memiliki dua skema yang berlaku pada mobil berpenggerak 4x2 dan 4x4.
Pertama, untuk kendaraan 4x2 diberikan diskon PPnBM sebesar 50 persen di mana tarif semula 20 persen akan menjadi 10 persen selama periode April-Agustus 2021. Lalu pada tahap kedua, yakni September-Desember 2021, akan didiskon sebesar 25 persen, yang tadinya 20 persen menjadi 15 persen.
Sedangkan skema berikutnya untuk kendaraan 4x4 adalah diskon sebesar 25 persen, yang tadinya dikenakan PPnBM 40 persen menjadi 30 persen untuk tahap I (April – Agustus 2021) dan diskon sebesar 12,5 persen yang tadinya 40 persen menjadi 35 persen untuk tahap II (September-Desember 2021).