REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Asosiasi Agribisnis Cabai Indonesia (AACI) menyatakan, tren harga cabai rawit yang menjadi konsumsi utama masyarakat diprediksi akan terus menurun. Hal itu sejalan dengan masuknya masa panen pada bulan Ramadhan.
"Cabai rawit akan turun karena ini mulai panen, cabai merah keriting normal, cabai merah besar mungkin naik," kata Ketua AACI, Abdul Hamid, kepada Republika.co.id, Rabu (7/4).
Ia mengatakan, saat ini harga cabai rawit merah di tingkat petani berada pada kisaran Rp 40 ribu per kg. Oleh karena itu, diharapkan harga di tingkat konsumen tak lagi melebihi Rp 100 ribu per kg.
Adapun kenaikan cabai merah besar merupakan dampak hasil panen yang kurang baik. Namun, cabai merah besar bukan merupakan konsumsi utama masyarakat karena mayoritas merupakan konsumsi industri hotel dan restoran.
Ia mengatakan, cabai yang masuk masa panen saat ini merupakan hasil dari penanaman empat bulan yang lalu.
Mayoritas panen kali ini merupakan hasil dari wilayah sentra di dataran tinggi sehingga tidak mengalami gangguan dampak banjir yang sempat terjadi.
Hingga awal April kemungkinan harga cabai masih stabil tinggi. Namun, masih ada waktu hingga menjelang lebaran untuk bisa mulai mencukupi kebutuhan cabai masyarakat.
Sebelumnya, Ikatan Pedagang Pasar Indonesia (Ikappi) menyatakan terdapat tiga komoditas pangan pokok yang patut diwaspadai penuh menjelang bulan Ramadhan. Pasalnya, tren kenaikan harga secara riil masih terjadi.
Ketiga komoditas tersebut di antaranya cabai rawit, daging sapi, dan gula pasir. Ia mengatakan, di Jakarta, harga cabai rawit masih tinggi Rp 90 ribu-Rp 100 ribu per kilogram (kg) meski sudah masuk masa panen.
Adapun daging sapi mulai naik menjadi Rp 130 ribu per kg dari sebelumnya Rp 125 ribu per kg. Adapun gula pasir cukup tinggi yakni di kisaran Rp 13.900-Rp 14.000 per kg.
"Ini yang mencolok. Komoditas lain yang terpantau berpotensi naik itu minyak goreng, bawang putih, beras, dan telur ayam. Ada potensinya meski sekarang belum terlihat," katanya.
Mansuri pun mengingatkan terdapat tiga fase kenaikan harga yang berkenaan dengan momen Ramadhan dan lebaran. Fase pertama yakni satu minggu, lima hari, dan tiga haru sebelum tiba bulan Ramadhan. Saat itu dipastikan mengalami kenaikan harga karena banyak masyarakat yang ingin menyetok bahan pangan.
Fase kedua yakni satu minggu, lima hari, dan tiga hari sebelum hari lebaran. "Itu pasar akan ramai dan akan terjadi ketidakseimbangan antara supply dan demand. Nah, ini tugas pemerintah seimbangkan itu," kata Mansuri.
Adapun fase ketiga yakni pasca lebaran. Di mana, kegiatan panen minim sementara banyak toko yang tutup karena masih dalam suasana lebaran. Itu membuat pasokan pangan tidak terdistribusi dengan baik sehingga memicu kenaikan harga.