REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Tim Advokasi Kasus Pembunuhan Enam Anggota Laskar FPI Muhammad Hariadi Nasution menilai, pihak kepolisian sengaja merahasiakan identitas ataupun inisial anggota Polda Metro Jaya (PMJ) yang terseret kasus dugaan pembunuhan di luar hukum (unlawful killing) terhadap Laskar FPI dalam bentrok di Jalan tol Jakarta-Cikampek. Menurutnya, hal tersebut terjadi karena takut pelaku akan membeberkan nama komandan yang memberikan perintah untuk membunuh enam laskar FPI.
"Penyebab belum diungkap identitasnya sampai sekarang salah satunya karena takut pelaku akan membeberkan nama komandan pemberi perintah. Tentu pelaku lapangan tidak mau dikorbankan begitu saja. Rugi besar mereka yang hanya menjalankan perintah komandan tapi harus menanggung semua risiko bahkan berhenti dari dinas Polri dan tentu saja kehilangan sumber penghasilan," katanya saat dihubungi Republika, Rabu (7/4).
Kemudian, ia melanjutkan, jika pelaku lapangan nanti menjelaskan semuanya secara lengkap di pengadilan tentang perintah komandan, tentu saja semua skenario rencana pembunuhan yang sistematis akan terbongkar. Oleh karena itu, para dalang dan aktor intelektual di belakang skenario pembunuhan enam laskar FPI, menurut Hariadi, masih belum mau membeberkan siapa pelakunya.
"Mungkin juga masih belum deal dan belum bisa memastikan pihak yang dikorbankan tidak akan buka suara tentang komando yang diterima," kata dia.
Hariadi mengaku akan terus mengawal dan menunggu kepolisian hingga kasus ini diusut secara tuntas. "Kami akan terus menunggu sampai kebenaran dan keadilan ditegakkan," kata dia.
Sebelumnya diketahui, Penyidik Bareskrim Polri menaikkan status terlapor tiga anggota Polda Metro Jaya sebagai tersangka kasus dugaan pembunuhan di luar hukum atau unlawful killing terhadap anggota FPI yang terjadi di KM 50, Tol Cikampek. Penetapan tersangka berdasarkan hasil gelar perkara yang dilakukan pada Kamis (1/4) lalu.
Baca juga : Kata Warga Soal Seragam FPI Terduga Teroris Tanjung Barat
"Kesimpulan dari gelar perkara yang dilakukan maka status dari terlapor dinaikkan menjadi tersangka," kata Kepala Biro Penerangan Masyarakat Mabes Polri Brigjen Rusdi Hartono di Mabea Polri, Jakarta, Selasa (6/4).
Rusdi mengatakan kesimpulan tersebut diperoleh dari hasil gelar perkara yang telah dilakukan penyidik Bareskrim Polri pada Kamis (1/4) lalu. Dari tiga tersangka itu, lanjut Rudi, karena salah satunya sudah meninggal dunia yakni dengan inisial EPZ, maka penyidikannya dihentikan sesuai dengan Pasal 109 KUHAP.
"Ada satu terlapor inisial EPZ itu meninggal dunia, berdasarkan Pasal 109 KUHAP, karena yang bersangkutan meninggal dunia maka penyidikannya langsung dihentikan," ucap Rusdi.
Rusdi menyatakan dua tersangka tersisa belum dilakukan penahanan meski sudah ditetapkan sebagai tersangka. Terkait alasan tidak dilakukan penahanan terhadap dua tersangka kasus pelanggaran HAM tersebut, kata Rusdi, penyidik memiliki pertimbangan sendiri.
"Dengan mempertimbangkan, penyidik punya pertimbangan subjektif dan objektif, nanti penyidik akan mempertimbangkan itu," terang Rusdi.