REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Mantan menteri pemuda dan olahraga Imam Nahrawi akan menjalani pidana penjara 7 tahun, dikurangi selama berada dalam tahanan, di Lembaga Pemasyarakatan Kelas IA Sukamiskin, Bandung, Jawa Barat. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengeksekusi mantan politisi Partai Kebangkitan Bangsa PKB) itu ke Lapas Sukamiskin, kemarin.
"Terpidana telah diputus dan dinyatakan bersalah melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama dan berlanjut," kata Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri di Jakarta, Rabu (8/4).
Imam Nahrawi juga diwajibkan membayar denda Rp 400 juta dengan ketentuan apabila denda tersebut tidak dibayar maka diganti dengan pidana kurungan selama 6 bulan. Selain itu, dia dikenakan pidana tambahan untuk membayar uang pengganti sejumlah Rp 19,15 miliar
Apabila uang pengganti tersebut tidak dibayar paling lama satu bulan setelah putusan mempunyai kekuatan hukum tetap maka harta bendanya dapat disita oleh jaksa dan dilelang untuk menutupi uang pengganti tersebut. Ali mengatakan, jika terpidana tidak mempunyai harta yang cukup untuk membayar uang pengganti, maka dipidana dengan pidana penjara selama 3 tahun.
"Dalam putusan Majelis Hakim di tingkat MA tersebut, adanya hukuman tambahan berupa pencabutan hak untuk dipilih dalam jabatan publik selama 5 tahun terhitung sejak terpidana selesai menjalani pidana pokok," katanya.
Dalam perkara ini, Imam Nahrawi diduga menerima suap Rp 11,5 miliar terkait pencarian dana hibah dari Kemenpora ke Komite Olahraga Nasional Indonesia (KONI). Suap itu diterima melalui asisten pribadinya, Miftahul Ulum.
Suap diberikan untuk mempercepat proses persetujuan dan pencairan bantuan dana hibah yang diajukan oleh KONI Pusat kepada Kemenpora tahun anggaran 2018. Sementara, Ulum dituntut 9 tahun penjara.
Selain suap, hakim menyatakan Imam juga terbukti menerima gratifikasi senilai Rp 8,6 miliar selama menjabat sebagai menteri. Gratifikasi itu berasal dari Sekretaris Jenderal KONI Ending Fuad Hamidy dan berkaitan dengan Program Indonesia Emas.