REPUBLIKA.CO.ID, AMMAN -- Raja Yordania, Abdullah II mengungkapkan keretakan kerajaan kepada publik yang terjadi pertama kalinya. Dalam sebuah pernyataan yang disiarkan di televisi, raja berbicara tentang krisis politik terburuk di Yordania dalam beberapa dekade, yang dipicu oleh dugaan persekongkolan yang melibatkan saudara seayah Pangeran Hamzah.
Pemerintah menuduh Hamzah sebagai bagian dari "rencana jahat" untuk mengguncang negara dengan dukungan asing. Mantan putra mahkota itu kemudian ditempatkan sebagai tahanan rumah, dan pihak berwenang menahan 18 orang lainnya termasuk mantan pejabat senior.
Raja Abullah II mengatakan, rencana jahat tersebut telah dihentikan sejak awal. Raja Abdullah II mengaku syok dan marah ketika mengetahui skandal tersebut.
"Tidak ada yang mendekati apa yang saya rasakan. Syok, sakit, dan marah sebagai saudara dan wali keluarga Hashemite dan pemimpin dari orang-orang terkasih ini,” ujar Raja Abdullah II, dilansir Aljazirah, Kamis (7/4).
Raja melanjutkan dengan mengatakan bahwa Yordania terbiasa menghadapi tantangan. Sepanjang sejarah Yordania telah mengalahkan semua target yang mencoba merusak negara. Menurutnya, Pangeran Hamzah tidak berbahaya bagi stabilitas negara. Namun tindakan Pangeran Hamzah yang berencana menghancurkan negara telah menyakitkan kerajaan.
"Tantangan hari-hari terakhir ini bukanlah yang paling berbahaya bagi stabilitas negara, tapi itu yang paling menyakitkan bagi saya. Hamzah hari ini bersama keluarganya di istananya di bawah perlindungan saya," ujar Raja Abdullah II.
Baca juga : Persaudaraan Muslim di Flores Timur