REPUBLIKA.CO.ID, RABAT—Pemerintah Maroko memutuskan memberlakukan jam malam selama bulan Ramadhan, menyusul peningkatan kasus Covid-19 setelah penemuan varian virus baru. Tak sedikit warga Maroko yang mengkritik keputusan ini dan menyuarakan kemarahan mereka atas kebijakan yang dianggap menyulitkan pertumbuhan bisnis untuk bisa bertahan hidup.
Pembatasan jam malam yang berlaku mulai jam 8 malam hingga 6 pagi, sejatinya telah berlaku sejak Desember, dan pemerintah memutuskan untuk memperpanjangnya hingga akhir Ramadhan. Namun peraturan ini dianggap sangat memberatkan pengusaha makanan yang lebih banyak beroprasi di malam hari, karena Muslim tidak makan maupun minum di siang hari selama Ramadhan.
Kerajaan Afrika Utara sejauh ini memiliki salah satu program vaksinasi paling sukses di kawasan itu, namun juga mengalami pertumbuhan infeksi virus korona, terutama di Casablanca, kota terbesar. Negara-negara di Timur Tengah memberlakukan beberapa pembatasan virus dan jam malam untuk Ramadan tahun lalu, dan beberapa sedang mempertimbangkan, atau memperbarui pembatasan, tahun ini.
Maroko telah melaporkan lebih dari 499.000 infeksi Covid-19 dengan 8.865 kematian.
Kerajaan ini telah memberikan jumlah inokulasi tertinggi di Afrika sejauh ini, 8,3 juta dosis untuk populasi 36 juta orang sejak vaksinasi dimulai 29 Januari. Tingkat vaksinasi per orang lebih tinggi daripada di beberapa negara Eropa yang dimulai sebulan sebelumnya, tetapi kekhawatiran meningkat bahwa pasokan vaksin Maroko mengering dan laju itu bisa melambat.
Sejauh ini Maroko menggunakan vaksin dari AstraZeneca dan Sinopharm China. Begitu juga jutaan dosis lebih dari program COVAX global untuk menyediakan vaksin ke negara-negara berpenghasilan rendah dan menengah. Sementara itu, Komite Ilmiah dan Teknis Nasional COVID-19 pemerintah Maroko mengumumkan penemuan varian baru virus yang pertama kali terdeteksi di kota selatan Ouarzazate.
Varian baru dapat diklasifikasikan sebagai "100% Maroko," kata profesor Azzedin Ibrahimi, anggota komite dan direktur laboratorium bioteknologi di Fakultas Kedokteran dan Farmasi di ibukota Rabat. Dia mengatakan bahwa itu terdeteksi sebagai bagian dari studi yang dilakukan oleh para peneliti Maroko tentang penyebaran berbagai varian.
Sumber: