Kantor berita milik pemerintah, Xinhua, melaporkan pihak berwenang di provinsi Xinjiang, Cina barat laut telah menjatuhkan hukuman mati kepada dua mantan pejabat pemerintah dari kelompok minoritas Uighur.
Kedua pria dari kelompok minoritas muslim Turki itu dijatuhi hukuman mati dengan penangguhan hukuman selama dua tahun pada hari Selasa (06/04), karena dituduh melakukan kegiatan separatis dan menerima suap.
Aturan penangguhan hukuman seperti yang diberikan kepada dua terpidana, kerap kali diubah menjadi penjara seumur hidup.
Shirzat Bawudun dan Sattar Sawut merupakan dua mantan pejabat Xinjiang terbaru dari kelompok muslim minoritas yang dijatuhi hukuman atas tuduhan keamanan nasional.
Cina mengatakan pihaknya telah melakukan kampanye melawan "pejabat bermuka dua" yang diduga berusaha untuk melemahkan kekuasaan Cina di wilayah tersebut.
Partai Komunis yang saat ini berkuasa dituduh melakukan pelanggaran hak asasi manusia di tengah tindakan keras skala besar terhadap kelompok minoritas muslim di wilayah tersebut sejak serangan teror mematikan beberapa tahun lalu.
Dugaan kolusi kelompok teror
Sebuah pernyataan yang dimuat di situs web pemerintah daerah mengatakan Bawudun, mantan Kepala Departemen Kehakiman Xinjiang, dijatuhi vonis mati karena tudingan "memecah belah negara".
Pengadilan memutuskan dia bersalah karena berkolusi dengan teroris Gerakan Islam Turkestan Timur (ETIM) setelah bertemu dengan seorang anggota kunci dari kelompok itu pada tahun 2003, Xinhua melaporkan.
Dia didakwa secara ilegal memberikan informasi kepada pasukan asing dan melakukan kegiatan keagamaan ilegal di pernikahan putrinya.
Namun, Amerika Serikat (AS) menghapus ETIM dari daftar kelompok teroris pada November lalu dengan mengatakan "tidak ada bukti yang dapat dipercaya bahwa ETIM masih eksis."
Memasukkan konten radikal ke buku
Sawut, mantan Direktur Departemen Pendidikan Xinjiang dinyatakan bersalah karena memasukkan konten separatisme etnis, kekerasan, terorisme, dan ekstremisme agama dalam buku teks bahasa Uighur.
Pengadilan menghubungkan isi buku itu dengan serangan di ibu kota daerah Urumqi pada 2009 yang menewaskan sedikitnya 200 orang.
"Sattar Sawut mengambil keuntungan dari mengumpulkan dan menerbitkan buku teks berbahasa daerah untuk sekolah dasar dan menengah yang bertujuan memecah kesatuan negara, sejak tahun 2002. Dia menginstruksikan orang lain untuk memilih beberapa orang dengan pemikiran separatis untuk bergabung dengan tim kompilasi buku teks," lapor Xinhua, mengutip dari komentar Wang Langtao, Wakil Presiden Pengadilan di Xinjiang yang menjatuhkan hukuman tersebut.
Turki panggil duta besar Cina
Pemerintah Turki memanggil duta besar Cina pada hari Selasa (06/04) setelah kedutaannya mengatakan memiliki "hak untuk menanggapi" para pemimpin oposisi yang mengkritik perlakuan Cina terhadap muslim Uighur tiga dekade lalu.
Para politisi, pemimpin Partai IYI Meral Aksener, dan Wali Kota Ankara Mansur Yavas dari oposisi utama CHP, menandai peringatan 31 tahun pemberontakan Uighur melawan pemerintah di ujung barat Cina.
Aksener mengatakan di Twitter "kami tidak akan tinggal diam atas penganiayaan mereka." Sedangkan Yavas mengatakan "kami masih merasakan sakitnya pembantaian itu" pada tahun 1990.
Duta Besar Liu Shaobin dipanggil setelah kedutaannya mencuitkan pernyataan di Twitter: "Pihak Cina dengan tegas menentang siapa pun yang mengganggu kedaulatan Cina dan integritas teritorial, serta mengutuk tindakan itu," katanya. "Cina memiliki hak yang sah untuk memberi tanggapan."
ha/rzn (AFP, AP, Reuters)