REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Keuangan (Kemenkeu) mencatat, besaran dana otonomi khusus (otsus) termasuk dana tambahan infrastruktur (DTI) untuk Papua dan Papua Barat mencapai Rp 138,65 triliun sejak 2002 sampai 2021. "Pendanaan untuk Papua dan Papua Barat cukup besar selama 20 tahun terakhir," ujar Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan Kemenkeu Astera Primanto dalam rapat kerja bersama Pansus Otsus Papua DPR RI, Kamis (8/4).
Selain itu, pemerintah pusat juga sudah menggelontorkan transfer ke daerah dan dana desa (TKDD) Rp 702,3 triliun dan belanja kementerian/lembaga Rp 251,29 triliun pada periode 2005-2021. Sementara, kata Astera, pendapatan asli daerah (PAD) Papua dan Papua Barat cukup rendah.
"Jadi kita melihat ini PAD-nya rendah maka disupport oleh pemerintah pusat baik Papua maupun Papua Barat ini memiliki karakter yang hampir sama," tutur dia.
Menurut Astera, Papua menerima TKDD paling tinggi dibandingkan Aceh yang sama-sama mendapatkan otsus. TKDD per kapita Papua dan Papua Barat pun tertinggi dibandingkan daerah pembanding, yakni Aceh, Nusa Tenggara Timur (NTT) yang kondisi IPM-nya sama pada 2002, Kalimantan Timur yang penghasil sumber daya alam dominan, serta Maluku yang mempunyai kesesuaian kesulitan geografis.
"Jadi untuk Papua itu dari transfer ke daerah dan dana desa, setiap orang di Papua itu bisa menikmati sekitar Rp 14,7 juta dan Papua Barat 10,2 juta," kata Astera.
Angka tersebut jauh lebih tinggi dibandingkan daerah pembanding tersebut, sedangkan angka nasional hanya Rp 3 juta per orang. Hal ini, lanjut Astera, karena populasi di Tanah Papua cukup rendah.
"Kami hanya menunjukkan bahwa pemerintah memang sangat serius dalam mendorong Papua supaya bisa mendapatkan hal lebih baik," tutur dia.
Diketahui, pemerintah dan DPR RI sepakat merevisi Undang-Undang (RUU) Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus Papua. Salah satu poin yang direncanakan untuk diubah terkait ketentuan besaran dana otsus.