Kamis 08 Apr 2021 18:45 WIB

KPK: Putusan PK Lucas Lukai Keadilan

Namun demikian, KPK tetap menghormati setiap putusan Majelis Hakim. 

Rep: Dian Fath Risalah/ Red: Agus Yulianto
Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri
Foto: Republika/Putra M. Akbar
Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyayangkan dikabulkannya permohonan peninjauan kembali (PK) Pengacara Lucas  oleh Mahkamah Agung (MA) dalam kasus merintangi penyidikan. KPK memandang, dikabulkannya PK Lucas telah melukai rasa keadilan masyarakat. 

"Diputus bebasnya narapidana korupsi pada tingkat PK, tentu melukai rasa keadilan masyarakat," kata Plt Juru Bicara KPK, Ali Fikri dalam pesan singkatnya, Kamis (8/4). 

Sejauh ini, pihaknya belum mengetahui apa yang menjadi dasar pertimbangan majelis hakim. Hal tersebut lantaran hingga kini lembaga antirasuah belum menerima salinan putusan lengkap. 

KPK meyakini, sejauh ini telah memiliki alat bukti yang kuat, sehingga sampai tingkat Kasasi di Mahkamah Agung pun dakwaan Jaksa KPK maupun penerapan hukum atas putusan pengadilan tingkat di bawahnya tetap terbukti menurut hukum secara sah dan meyakinkan. Namun demikian, lanjut Ali, KPK tetap menghormati setiap putusan Majelis Hakim. 

Ali menambahkan, fenomena banyaknya PK yang diajukan oleh terpidana korupsi saat ini seharusnya menjadi alarm atas komitmen keseriusan MA secara kelembagaan dalam upaya pemberantasan korupsi. Karena, tegas Ali, dalam pemberantasan korupsi dibutuhkan komitmen kuat seluruh elemen bangsa,  terlebih tentu komitmen dari setiap penegak hukum itu sendiri.

Diketahui, pada 20 Maret 2019, Pengadilan Negeri Jakarta Pusat menjatuhkan hukuman 7 tahun penjara kepada Lucas dalam perkara merintangi penyidikan terhadap tersangka Eddy Sindoro. 

Hukuman Lucas dikurangi 5 tahun penjara di tingkat banding. Di tingkat kasasi, MA juga mengurangi vonis advokat Lucas dari lima tahun menjadi tiga tahun penjara. Lucas yang yakin tidak bersalah mengajukan PK dan dikabulkan.

Adapun dalam memutuskan PK tersebut, duduk sebagai ketua majelis hakim agung Salman Luthan dengan anggota Prof Abdul Latief dan Sofyan Sitompul. Putusan tersebut dibacakan pada Rabu (7/4) kemarin dan tercatat dengan nomor register 78 PK/Pid.Sus/2021.

Dalam perkara ini, Lucas menyarankan Eddy Sindoro yang sudah ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK dalam kasus suap kepada Panitera Pengadilan Negeri Jakarta Pusat tetap berada di luar negeri, untuk tidak pulang ke Indonesia. Hal itu dilakukan dengan mencabut paspor Indonesia agar bebas bepergian dan menunggu setelah 12 tahun hingga perkara kedaluwarsa. 

Lucas lalu mengatur agar saat Eddy mendarat di Bandara Soekarno-Hatta dapat melanjutkan penerbangan keluar negeri tanpa melalui proses pemeriksaan Imigrasi. Akibat perbuatan Lucas, menurut hakim, penyidik menjadi terintangi dalam melakukan penyidikan, yakni tidak dapat memantau perlintasan Eddy Sindoro masuk atau keluar Indonesia.

 

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement