REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Presiden RI Joko Widodo membentuk Satuan Tugas Penanganan Hak Tagih Dana Bantuan Likuiditas Bank Indonesia berdasarkan Keputusan Presiden RI Nomor 6 Tahun 2021 yang ditetapkan pada tanggal 6 April 2021. Satgas Hak Tagih Negara Dana BLBI memiliki tugas utama untuk melakukan penanganan, penyelesaian, dan pemulihan hak negara yang berasal dari dana Bantuan Likuditas Bank Indonesia (BLBI) lewat beberapa kewenangan yang diberikan kepadanya.
Direktur Pusat Studi Hukum Konstitusi Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia (PSHK FH UII), Allan F. G Wardhana mengatakan, kebijakan ini bisa menjadi preseden kasus korupsi besar lainnya.
"Ini bisa jadi preseden. Untuk ke depan korupsi-korupsi besar. Negara juga bisa mengeluarkan kebijakan percepatan pemulihan kerugian negara," kata Allan kepada Republika, Sabtu (10/4).
Selain itu, lanjut Allan, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) juga harus berkomitmen untuk terus memburu koruptor dan melakukan pemberantasan korupsi dengan maksimal tanpa pandang bulu.
Allan mengatakan satgas bentukan Presiden Jokowi ini perlu diapresiasi sebagai wujud komitmen negara dalam menangani, menyelesaikan, serta memulihkan hak negara dari dana BLBI. Hal ini mengingat terhadap Bantuan Likuiditas Bank Indonesia, masih terdapat hak tagih negara atas sisa piutang negara maupun aset properti yang terdapat di beberapa korporasi ataupun perseorangan yang harus dikembalikan kepada negara.
Paradigma percepatan pemulihan kerugian negara dengan follow the money pun harus didukung. Pendekatan follow the money menekankan kepada fokus tindakan untuk menemukan uang atau aset negara yang telah dilakukan kejahatan dan berupaya untuk mengembalikan uang dan aset tersebut demi memulihkan kerugian keuangan negara.
Pembentukan Satgas Hak Tagih Negara Dana BLBI yang menunjukan dianutnya paradigma follow the money dalam pengembalian kerugian keuangan negara ini dapat digunakan pula untuk mengusut asal-usul dari aliran dana atau aset yang ditransaksikan oleh seseorang atau korporasi tertentu.
Berdasarkan Pasal 40 ayat (4) UU 19 Tahun 2019 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi, telah membuka peluang kepada KPK untuk mencabut penghentian penyidikan dan penuntutan asalkan telah ditemukan bukti baru dalam penanganan penyidikan dan penuntutan tersebut.
Atas dasar tersebut, PSHK FH UII mendorong kepada semua pihak untuk mendukung serta mengawasi pelaksanaan kinerja Satgas Penanganan Hak Tagih Negara Dana BLBI.
"Agar dalam pelaksanaan tugasnya tetap berorientasi untuk mengembalikan sisa piutang dan aset dari BLBI serta untuk menemukan adanya bukti-bukti baru yang dapat mendukung dilakukannya upaya penyidikan dan penuntutan terhadap perkara tindak pidana korupsi yang saat ini masih berjalan atau bahkan terhenti, " ujar Allan.