REPUBLIKA.CO.ID, MALANG -- Gempa yang menerpa Malang Raya pada Sabtu (11/4) pukul 14.00 WIB telah menyisakan duka yang mendalam. Bahkan, hampir sebagian besar warga masih merasakan trauma.
Warga Dusun Wirotaman, Desa Wirotaman, Kecamatan Ampelgading, Edi Sungkowo (55 tahun) masih takut berdiam lama di dalam bangunan. Dia merasa khawatir gempa susulan akan terjadi kembali di wilayahnya. Oleh sebab itu, dia dan enam anggota keluarganya lebih memilih beraktivitas dan tidur di tenda.
"Sementara pakai tenda mandiri. Masih waswas kalau ada susulan seperti kemarin," kata Edi saat ditemui wartawan di Wirotaman, Ampelgading, Kabupaten Malang, Ahad (11/4).
Edi tak menampik wilayah Malang acap diterpa guncangan gempa bumi. Namun sebelumnya tidak ada yang menimbulkan dampak separah seperti saat ini. Peristiwa ini telah menyebabkan rumah yang dibangun Edi sejak 2000 ambruk dan hanya tersisa beberapa bagian.
Meski bangunan rumahnya hancur, Edi memastikan, tidak ada luka yang dialaminya. Pasalnya, saat kejadian dia berada di kebun. "Tahu-tahu sudah ambrol. Di kebun juga sudah getar tapi belum tahu kalau ada gempa. Tapi saya sudah memprediksi dengan getaran itu bakal ambrol rumah saya," jelas dia.
Rasa trauma juga dirasakan warga Desa Sukodadi, Desa Wirotaman, Kecamatan Ampelgading, Warsono (67). Ia bersama istri lebih memilih tidur di bawah terpal yang berlokasi di halaman yang agak jauh dari rumah. Ia berencana menggunakan tiang kayu untuk lebih menguatkan tendanya.
Warsono dan istri saat kejadian gempa tengah duduk di teras rumah. Tidak ada siapapun di dalam rumah sehingga dipastikan tak ada yang terluka. Namun rumahnya rusak dan motor pribadinya tertimpa reruntuhan.
Rumah yang dibangun Warsono sejak 1989 ini mengalami kerusakan cukup parah. "Sebenarnya ini kuat, sebelumnya pernah gempa juga tapi tidak sampai roboh. Kalau dulu yang pertama hanya dapurnya saja yang rusak tapi ini roboh rumahnya," ucapnya.
Saat ini, Warsono dan istri tidak memiliki harta apapun. Semua harta dan bendanya rusak tertimpa bangunan. Kalaupun akan membangun lagi, Warsono tidak memiliki uang yang cukup.
Duka bencana semakin terasa menyedihkan apalagi akan memasuki Ramadhan dan Idul Fitri. "Nelongso, kopi panennya ngga hasil. Jadi susah, apalagi ada ketambahan kayak gini," jelas Warsono.