REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Direktur Legal Culture Institure (LeCI), Rizki Azmi memandang pembentukan Satuan Tugas Penanganan Hak Tagih Dana Bantuan Likuiditas Bank Indonesia hanyalah formalitas belaka. Kehadiran Keppres ini pun seperti mengesankan bahwa pemerintah tak ingin dipersalahkan atas kekalahan KPK dalam isu BLBI ini dan dianggap lepas tangan.
"Hal ini dapat ditilik dari substansi Keppres yang tidak substantif dan terkesan formalitas belaka," kata Rizqi kepada Republika.co.id, Senin (12/4).
Terlebih, dalam struktur Satgas tidak terlihat kehadiran KPK yang seharusnya dilibatkan sebagai lembaga yang paham medan pertempuran BLBI. Seharusnya KPK harus didorong mencari bukti baru dan menginvestigasi secara mendalam.
Satgas Hak Tagih BLBI ini pun bertransformasi "serupa tapi tak sama" setelah substansi Putusan MA dan SP3 KPK yang memenangkan Syafrudin A Temenggung adalah persoalan keperdataan bukan pidana serta merta memutus mata rantai keterlibatan Sjamsul Nursalim (SN)dan itjih SN (ISN). Padahal, pada prinsipnya SP3 tidak menghapus investigasi KPK untuk menemukan alat bukti yang linier dan seharusnya KPK jangan bertumpu dengan Syafrudin Tumenggung untuk mencari keterikatan dengan Sjamsul dan Itjih Nursalim dalam hal kerugian negara.
Karena masih ada subjek pejabat yang bisa di eksplor yaitu mantan Menteri Koordinator (Menko) Bidang Perekonomian Dorodjatun Kuntjoro Jakti. LeCI memandang pemerintah semenjak awal mengesampingkan penyelesaian penuntutan hukum pidana kepada para pemegang saham pengendali.
"Padahal diketahui adanya penyalahgunaan BLBI dan adanya pelanggaran Batas Maksimum Pemberian kredit (BMPK) dan non performing loan yang dilakukan BDNI sebagai Bank Beku Operasi ( BBO) atau Bank Beku Kegiatan Usaha (BBKU)," terang dia.
"Lingkaran hitam BLBI ini seakan-akan tidak berubah bentuk selama puluhan tahun sampai saat ini," tambahnya. Pada ujungnya, sambung Rizqi, persoalan korupsi harus diberantas dengan hukuman yang maksimal baik dengan ganti rugi dan pemidanaan akibat melawan hukum dan menyengsarakan serta menghilangkan kemakmuran negara.
Dan dorongan terhadap praperadilan SP3 KPK terhadap Sjamsul Nursalim dan Itjih Nursalim menjadi sesuatu yang harus di dorong sebagai time keeper dan reminder kepada KPK bahwa BLBI adalah megakorupsi dan sejarah terbesar korupsi di Indonesia. "Oleh karenanya perlu keseriusan dan keberanian dalam mengungkap dan mengembalikan aset milik negara yang sangat di perlukan dalam masa sulit ini," tegas Rizqi.