REPUBLIKA.CO.ID, BOGOR — Pembangunan Tempat Pemrosesan dan Pengolahan Akhir Sampah (TPPAS) Nambo di Kabupaten Bogor diprediksi bakal rampung dan beroperasi tahun ini. Kehadiran TPPAS Nambo dinilai dapat meringankan beban timbulan sampah di Kabupaten Bogor.
Kepala Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kabupaten Bogor, Asnan menjelaskan, jumlah timbulan sampah di Kabupaten Bogor yang mencapai 2.800 ton per-hari. Namun, Kabupaten Bogor hanya kejatahan membuang sampah ke TPPAS Nambo sebanyak 700 ton per harinya.
Asnan mengatakan, hal tersebut tertuang dalam MoU dengan Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jawa Barat. Meski demikian, Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Bogor tengah berupaya untuk meminta jatah di TPPAS Nambo sebanyak 2.000 ton per-hari.
"Dalam MOU dengan Provinsi Jawa Barat, kita sekitar 700 ton per-hari. Kita sedang upayakan minta 2.000 ton per-hari dan kita sudah kirim surat ke Gubernur untuk penambahan kuota," kata Asnan, Ahad (11/4).
Lebih lanjut, Asnan menjelaskan, Pemkab Bogor ikut andil dalam pengadaan lahan untuk pembangunan TPPAS Nambo seluas 15 hektare. Dimana, luas keseluruhan TPPAS Nambo yakni seluas 55 hektare. Sehingga Pemkab Bogor membuat permononan penambahan kuota pembuangan sampah tersebut.
Sementara itu, lanjutnya, dari 2.800 ton timbulan sampah yang dihasilkan masyarakat Kabupaten Bogor, setiap harinya DLH Kabupaten Bogor hanya mengangkut sekitar 700 ton sampah. Kemudian, ratusan ton sampah tersebut dibuang ke TPPAS Galuga, Kabupaten Bogor.
Untuk itu, Asnan berharap dengan mulai beroperasinya TPPAS Nambo nanti bisa membantu Pemkab Bogor dalam mengatasi timbulan sampah yang belum terlayani oleh DLH Kabupaten Bogor.
"Untuk timbulan sampah di Kabupaten Bogor sekitar kurang lebih 2800 ton per hari dan yang terlayani oleh DLH sekitar 700 ton per hari ke TPPAS Galuga, artinya masih ada yang belum terlayani dan diharapkan Nambo bisa menutup itu," tuturnya.
Lain halnya dengan Pemerintah Kota (Pemkot) Bogor, hingga beberapa tahun ke depan, Pemkot Bogor justru masih menggunakan tempat pembuangan akhir (TPA) Galuga. Wakil Wali Kota Bogor, Dedie A. Rachim menjelaskan, terdapat beberapa kendala yang dimiliki Pemkot Bogor jika ingin menggunakan TPPAS Lulut Nambo sebagai TPA.
Di antaranya, Pemkot Bogor harus menyiapkan terminal sebelum mengirim sampah ke TPPAS Lulut Nambo. Berdasarkan keterangan Dedie, kondisi sampah yang dibawa ke Lulut Nambo harus dalam keadaan minim kadar air. Sehingga, Pemkot Bogor harus menyiapkan tempat yang akan berfungsi sebagai terminal itu.
“Kendalanya, kalau kita mau memanfaatkan Lulut Nambo sebagai tempat pembuangan akhir sampah, Kota Bogor harus menyiapkan terminal antara sampah. Jadi diolah, di-press dulu, karena ada ketentuan pada saat dikirim ke Lulut Nambo itu dalam kondisi kadar air yang minimum,” ujarnya.
Selain itu, lanjut Dedie, diperlukan compacting truck atau truk dengan mesin peras. Dimana truk tersebut dapat melakukan processing terhadap sampah, agar air yang terdapat dalam sampah harus diperas terlebih dahulu sebelum dibawa ke TPPAS Lulut Nambo.
“Nah kita belum punya berarti harus beli dulu. Itu tantangan yang kedua,” ucapnya.
Di samping itu, untuk menggunakan TPPAS Lulut Nambo, Pemkot Bogor harus berkontribusi dalam memberikan tipping fee atau biaya yang perlu dibayarkan untuk pengembangan energi berbasiskan sampah. Dimana, kata Deddie, tipping fee yang wajib dibayar Pemkot Bogor ketika memanfaatkan TPPAS Lulut Nambo yakni senilai sekitar Rp 275 ribu untuk 1 ton sampah.
Padahal, kata Dedie, produksi sampah di Kota Bogor per-hari mencapai kurang lebih 600 ton. Sehingga, jika dikalikan selama setahun, Pemkot Bogor harus menyiapkan anggaran miliaran rupiah untuk TPPAS Lulut Nambo.
“Bayangkan 1 ton itu nilainya kalau enggak salah sekitar Rp 275 ribu ya, sementara produksi sampah kota Bogor per-hari itu kurang lebih 600 sampai 700 ton per-hari. Dikali 365 hari, berapa miliar harus kita bersiapkan anggarannya belum kita alokasikan,” pungkasnya.