REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengembangan pasar modal syariah dinilai masih belum optimal. Kepala Eksekutif Pengawas Pasar Modal Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Hoesen mengatakan, hal tersebut tecermin dari pilihan produk di pasar modal syariah yang masih terbatas.
Di sisi lain, Hoesen menambahkan, literasi dan inklusi masyarakat terkait produk syariah juga masih perlu ditingkatkan walaupun upaya mendorong hal tersebut sudah banyak dilakukan.
"Jika dibandingkan produk konvensional, sampai saat ini belum terdapat penerbitan produk Efek Beragun Aset (EBA) syariah dan Dana Investasia Real Estate (DIRE) syariah," kata Hoesen, Senin (12/4).
Menurut Hoesen, peran kelembagaan seperti bank syariah dan perusahaan efek sebagai infrastruktur penunjang bagi pasar modal syariah juga perlu diperbanyak. Hal lainnya yang perlu diperhatikan yaitu adanya produk syariah yang tidak terlepas dari permasalahan hukum.
Hoesen melihat masih terdapat oknum yang memanfaatkan produk pasar modal syariah sebagai kendaraan melakukan transaksi yang dilarang. Karena itu, Hoesen mengimbau agar pelaku pasar modal syariah harus selalu memegang teguh sifat dasar yang menjadi landasan bagi implementasi prinsip syariah.
Hal tersebut sejalan dengan salah satu misi pengembangan pasar modal syariah 2020-2024 yaitu memperkuat nilai kesyariahan pasar modal syariah. Hoesen menegaskan, peluang dan tantangan industri pasar modal syariah di masa mendatang akan semakin bervariasi.
"Untuk itu diperlukan sinergi dari berbagai pemangku kepentingan pasar modal syariah," tutur Hoesen.
Meski demikian, Hoesen menilai, pasar modal syariah telah memiliki landasan hukum yang kuat termasuk efek syariah berupa sukuk crowdfunding dan sukuk daerah. Adanya landasan hukum dan fatwa bisa mendorong perkembangan produk pasar modal syariah.
Hoesen memaparkan, jumlah saham yang masuk daftar efek syariah terus bertambah. Demikian juga jumlah maupun variasi produk sukuk. Dari sisi pelaku industri juga terdapat peningkatan jumlah pelaku yang terlibat dalam penerbitan efek di pasar modal syariah.
Sebagai informasi per 1 April 2021, terdapat 452 saham yang masuk ke dalam daftar efek syariah. Selain itu terdapat 168 sukuk syariah dengan nilai kurang lebih Rp 32 triliun. Adapun reksa dana sayariah telah mencapai 293 produk dengan nilai sekitar Rp 80 triliun.