Senin 12 Apr 2021 14:49 WIB

Studi: Penyintas Covid-19 Banyak Alami Gangguan Kejiwaan

Peneliti menemukan 34 persen penyintas Covid-19 memiliki diagnosis terkait psikologis

Rep: Haura Hafizhah/ Red: Gita Amanda
 Studi mengungkapkan terdapat sepertiga dari penyintas Covid-19 yang sedang berjuang dengan penyakit otak atau gangguan kejiwaan lainnya. (ilustrasi)
Foto: www.freepik.com.
Studi mengungkapkan terdapat sepertiga dari penyintas Covid-19 yang sedang berjuang dengan penyakit otak atau gangguan kejiwaan lainnya. (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Studi mengungkapkan terdapat sepertiga dari penyintas Covid-19 yang sedang berjuang dengan penyakit otak atau gangguan kejiwaan lainnya. Namun, hal ini masih diteliti apa penyebabnya.

Dilansir dari Health.com pada Senin (12/4), studi tersebut menganalisis data selama enam bulan dari 236.379 pasien yang didiagnosis dengan Covid-19. Para peneliti menemukan 34 persen penyintas Covid-19 memiliki diagnosis kondisi neurologis atau psikologis dalam enam bulan setelah mereka terinfeksi.

Baca Juga

Setidaknya dari 17 persen dari pasien tersebut didiagnosis dengan kecemasan, sementara 14 persen didiagnosis dengan beberapa bentuk gangguan mood. Sejumlah kecil penyintas mengalami pendarahan otak, stroke atau demensia semuanya dapat dianggap sebagai jenis penyakit otak.

Selain itu, lebih dari 19 persen pasien yang berada di ICU ketika mereka menderita Covid-19 berjuang dengan kecemasan, sementara hampir tiga persen didiagnosis dengan gangguan psikotik. Persentase mereka yang didiagnosis dengan kondisi neurologis seperti stroke dan pendarahan otak juga lebih tinggi pada kelompok ini.

Para peneliti juga membandingkan data dari orang yang menderita Covid-19 dengan mereka yang memiliki infeksi saluran pernapasan lain pada saat yang bersamaan. Ditemukan orang yang mengidap Covid-19 memiliki risiko 44 persen lebih tinggi terkena penyakit neurologis dan psikiatris daripada mereka yang baru sembuh dari flu.

"Hasil kami menunjukkan kalau penyakit otak dan gangguan kejiwaan lebih umum terjadi setelah Covid-19 daripada setelah flu atau infeksi pernapasan lainnya, bahkan ketika pasien dicocokkan dengan faktor risiko lain," kata Profesor di Universitas dari Departemen Psikiatri Oxford, Paul Horisson.

Sementara itu, Pakar Penyakit Menular Amesh A. Adalja mengatakan ada juga hubungan yang diketahui antara penyakit parah dan komplikasi neurologis dan psikologis. Ini dijelaskan dengan baik dalam literatur ilmiah.

"Ini mungkin akibat peradangan yang terjadi selama sakit. Kami benar-benar baru saja mulai menggali ke permukaan tentang apa artinya ini untuk kasus-kasus ringan," kata dia.

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement