REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Syariat puasa Nabi Muhammad saw tentu memiliki perbedaan dengan ibadah puasa pada umat sebelum Rasulullah. Jika ditelaah, ada tiga perbedaan yang bisa dilihat.
Pendiri Rumah Fiqih Indonesia, Ustadz Ahmad Sarwat menjelaskan dalam bukunya berjudul Sejarah Puasa, perbedaan pertama yang paling terasa pada umat Nabi Muhammad adalah segi keringanan. Dalam rangkaian ayat tentang kewajiban puasa di bulan Ramadhan, Allah menegaskan Dia menginginkan kemudahan bagi umat Rasulullah. Allah berfirman dalam surat al-Baqarah ayat 185:
يُرِيدُ اللّهُ بِكُمُ الْيُسْرَ وَلاَ يُرِيدُ بِكُمُ الْعُسْرَ
“Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki kesukaran bagimu.”
Jika dibandingkan dengan puasa sebelumnya, misal puasa Maryam, puasa yang disyariatkan untuk umat Rasulullah jauh lebih ringan. Selain menahan lapar dan dahaga, puasa Maryam melarang seseorang berbicara. Jika berbicara maka puasanya akan batal.
Selain itu, keringanan lain yang dirasakan terletak pada syarat seseorang yang hendak berpuasa. Orang sakit, musafir, atau tidak mampu, tidak dibolehkan puasa walaupun nanti mereka mengganti dengan qadha’ atau membayar fidyah. Bentuk keringan lain, umat Rasulullah haram menjalani puasa wishal, puasa yang terus-menerus tanpa berbuka atau sahur. Puasa dengan cara menyakiti diri seperti itu termasuk haram hukumnya.
Rasulullah saw melarang para sahabat berpuasa wishal sebagai bentuk kasih sayang kepada mereka. Para sahabatnya bertanya, “Anda sendiri berpuasa wishal?” Kemudian dia menjawab, “Aku tidak seperti kalian. Sesungguhnya Allah memberiku makan dan minum,” (HR Bukhari dan Muslim).
Perbedaan selanjutnya adalah jumlah hari yang Allah tetapkan untuk umat Rasulullah lebih sedikit dibandingkan dengan umat sebelum Nabi Muhammad saw. Itu tercantum dalam surat al-Baqarah ayat 184:
أَيَّاماً مَّعْدُودَاتٍ
“Hanya dalam beberapa hari yang tertentu.”
Umat Rasulullah saw hanya diwajibkan berpuasa di bulan Ramadhan saja dan 11 bulan lainnya tidak wajib. Tentu saja, ketetapan ini jauh lebih ringan dibandingkan dengan umat Nabi Daud yang diwajibkan berpuasa berselang-seling sepanjang tahun seumur hidup.
Selanjutnya perbedaan terakhir yang terlihat, yaitu disyariatkan makan sahur sebelum dimulai puasa. Rasulullah menyebutkan sahur adalah hal yang membedakan antara puasa umatnya dengan puasa umat terdahulu, khususnya agama ahli kitab, baik Nasrani maupun Yahudi. Rasulullah bersabda, “Yang membedakan antara puasa kita dan puasa ahli kitab adalah makan sahur,” (HR Muslim).
Selain itu, sahur memiliki hikmah yang dirasakan nanti yakni membuat ibadah puasa menjadi lebih kuat. Sebagaimana sabda Rasulullah, “Mintalah bantuan dengan menyantap makan sahur agar kuat puasa di siang hari. Dan mintalah bantuan dengan tidur sejenak siang agar kuat shalat malam,” (HR Ibnu Majah).