REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Hasil penelitian Nagara Institute menunjukkan, delapan calon kepala daerah (cakada) yang terafiliasi dinasti politik di daerah dengan satu pasangan calon (paslon) atau calon tunggal memenangkan pemilihan kepala daerah (Pilkada) 2020. Jumlah ini bagian dari 57 cakada yang berasal dari dinasti politik yang memperoleh suara terbanyak dalam pilkada serentak.
"Terdapat dinasti politik bertarung dengan kotak kosong, ada delapan paslon," ujar peneliti Nagara Institute, Mustakim, dalam rilis hasil riset secara daring, Senin (12/4).
Ia mengatakan, empat calon tunggal dari dinasti politik itu ialah pejawat atau petahana. Delapan cakada itu bertarung dalam pemilihan bupati/wali kota di Kabupaten Kebumen, Kota Semarang, Kabupaten Kediri, Kabupaten Badung, Kota Balikpapan, Kabupaten Gowa, Kabupaten Soppeng, dan Kabupaten Mamuju Tengah.
Delapan paslon tunggal yang menang itu memborong partai yang memiliki kursi di DPRD setempat. Menurut Mustakim, selain munculnya sinyalemen memborong partai, pilkada yang diikuti delapan calon tunggal dari dinasti politik sudah pasti tidak kompetitif.
"Padahal kompetitif merupakan salah satu prinsip pemilu (demokratis)," kata Mustakim.
Ia menuturkan, Nagara Institute menolak tegas politik dinasti dan dinasti politik. Dinasti politik merupakan salah satu perwujudan dari praktik kekuasaan oligarki partai politik.
Selain meneguhkan eksistensi dan posisi oligarki partai, dinasti politik juga berpotensi menjadi oligarki politik baru sehingga menambah kuat dan memperluas jangkauan jaringan oligarki partai. Dalam beberapa kasus, keberadaan dinasti politik terbukti menambah panjang daftar pelaku penyalahgunaan jabatan dan pelaku korupsi/perilaku koruptif.
Diketahui, pada Pilkada 2020, terdapat 25 daerah yang digelar dengan calon tunggal. Jumlah ini meningkat dari pelaksanaan pilkada-pilkada sebelumnya.