REPUBLIKA.CO.ID, SURABAYA -- Tim peneliti dari Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Airlangga mengungkapkan 52 paus pilot sirip pendek yang terdampar di Pantai Modung Kabupaten Bangkalan Provinsi Jawa Timur dikarenakan penyakit yang dialami oleh beberapa pemimpin koloni.
Dokter hewan dari FKH Universitas Airlangga Drh. Bilqisthi Ari Putra dalam konferensi pers Kementerian Kelautan dan Perikanan tentang hasil investigasi terdamparnya 52 paus pilot sirip pendek di Jakarta, Senin (12/4), mengungkapkan temuannya bahwa pemimpin koloni paus pilot sirip pendek tersebut menderita kelainan dalam organ sistem navigasinya. Bilqisthi menyebut organ pemancar sonar yang disebut "melon" dari pemimpin koloni sebenarnya sehat dan normal, namun bagian otot yang berkaitan dengan organ pemancar sonar tersebut terdapat kematian sel sehingga melon tidak bisa digunakan sepenuhnya dengan optimal.
Paus mengandalkan navigasi dari sonar untuk melihat sekeliling dan menentukan arah. Organ navigasi paus yang disebut melon ibarat bola mata yang bisa bergerak ke berbagai arah dengan dibantu oleh otot. Namun otot yang melekat pada organ melon paus pemimpin koloni ini mengalami kelainan. "Ibarat mata manusia itu juling," kata Bilqisthi.
Paus merupakan hewan mamalia laut yang hidup berkelompok yang dipimpin oleh seekor koloni. Koloni 52 ekor paus yang terdampar di Jawa Timur ini dipimpin oleh betina yang juga indukan dengan ukuran paling besar di antara paus lainnya. Karena paus merupakan hewan yang berkoloni, arah pergerakan hewan mamalia laut yang kerap bermigrasi ini mengikuti pemimpin koloni. Namun sayangnya keadaan pemimpin koloni paus pilot ini memiliki kondisi fisiknya tidak sehat dan kelainan navigasi.
Tim FKH Unair menyimpulkan bahwa sebanyak 52 paus terdampar di Pantai Modung dikarenakan mengikuti arah gerak pemimpin yang mengalami kelainan navigasi. Ke-52 paus yang terdampar tersebut diketahui sedang bermigrasi dalam perburuannya mencari makanan. Hal itu diketahui dari hasil pemeriksaan lambung paus yang kosong tanpa ada makanan.
Selain mengalami kelainan organ navigasi, paus betina pemimpin koloni juga diketahui mengalami penyakit emfisema pada paru-parunya yang bisa membuat paus sesak bernapas. "Kalau di manusia itu seperti sesak napas atau asma," katanya.
Di samping itu, paus betina tersebut juga mengalami peradangan pada usus maupun lambungnya yang sudah kronis atau terjadi dalam waktu yang lama. Tim FKH Unair juga memeriksa dua paus jantan yang memiliki gangguan paru-paru kronis seperti pneumonia maupun benjolan di organ pernapasannya.
Bilqisthi mengungkapkan bahwa paus merupakan satwa liar dan tidak sedikit hewan liar yang memiliki penyakit kronis pada tubuhnya. "Tidak ada satwa liar yang sehat seratus persen. Yang kita temukan mayoritas penyakit kronis, artinya sudah bergejala cukup lama. Kemungkinan penyebabnya dari kualitas air mungkin-mungkin saja," kata dia.