REPUBLIKA.CO.ID, NEW YORK -- Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), Antonio Guterres, mendesak pemerintah untuk mempertimbangkan memberlakukan solidaritas atau pajak kekayaan pada orang kaya yang untung selama pandemi, Senin (14/2). Rekomendasi ini dalam upaya untuk memangkas ketidaksetaraan yang ekstrem.
"Saya mendesak pemerintah untuk mempertimbangkan solidaritas atau pajak kekayaan bagi mereka yang mendapat untung selama pandemi, untuk mengurangi ketidaksetaraan yang ekstrim," kata Guterres pada pertemuan PBB tentang pembiayaan untuk pembangunan.
Guterres menekankan, pemerintah memastikan dana masuk ke tempat yang paling dibutuhkan. "Laporan terbaru menunjukkan bahwa telah terjadi lonjakan 5 triliun dolar AS kekayaan orang terkaya di dunia dalam satu tahun terakhir," ujar Guterres.
Guterres kembali mengatakan Kelompok (G20) negara kaya dan negara berkembang besar harus memperpanjang penangguhan pembayaran utang hingga 2022 dan memperluasnya. Langkah ini untuk membantu negara berkembang dan ekonomi berpenghasilan menengah pulih dari pandemi.
"Tapi kita perlu lebih dari sekadar keringanan utang. Kami sangat perlu memperkuat arsitektur utang internasional untuk mengakhiri siklus mematikan gelombang utang, krisis utang global, dan dekade yang hilang," kata Guterres.
Sekjen PBB juga mengulangi seruannya agar vaksin Covid-19 tersedia untuk semua negara dan meminta lebih banyak uang untuk mendanai sepenuhnya fasilitas berbagi vaksin COVAX. Dari target yang diharapkan, hanya 10 negara di seluruh dunia yang menyumbang sekitar 75 persen dari vaksinasi global.
"Memajukan tanggapan global yang adil dan pemulihan dari pandemi menguji multilateralisme. Sejauh ini, ini adalah ujian yang gagal bagi kami. Upaya vaksinasi adalah salah satu contohnya,"ujarnya.