REPUBLIKA.CO.ID, BEIRUT -- Perdana Menteri Sementara Lebanon, Hassan Diab, menyetujui rancangan keputusan yang memperluas klaim perbatasan laut terkait sengketa dengan Israel, Senin (12/4). Diab menandatangani dokumen tersebut setelah menteri pekerjaan umum dan menteri pertahanan menyetujuinya.
Amandemen tersebut akan menambah sekitar 1.400 km persegi ke zona ekonomi eksklusif yang diklaim oleh Lebanon dalam pengajuan kepada Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB). Rancangan ini berkaitan dengan amandemen keputusan awal 6433 pada 2011 untuk klaim resmi dalam mendaftarkan koordinat baru zona maritim.
Negosiasi antara Lebanon dan Israel diluncurkan pada Oktober untuk mencoba menyelesaikan perselisihan tersebut. Namun pembicaraan yang merupakan puncak dari tiga tahun diplomasi oleh Amerika Serikat (AS) telah terhenti. "Saya berharap (keputusan itu) akan ditandatangani karena semua orang, menteri pertahanan dan perdana menteri dan presiden, prihatin tentang ini," kata Menteri Pekerjaan Umum, Michel Najjar.
Israel sudah memompa gas dari ladang lepas pantai yang besar tetapi Lebanon belum menemukan cadangan gas komersial di perairannya sendiri. "Kami tidak akan menyerahkan satu inci pun dari tanah air kami atau setetes air pun atau satu inci pun dari martabatnya," kata Najjar.
Menteri Energi Israel, Yuval Steinitz, mengatakan langkah terbaru Lebanon akan menggagalkan pembicaraan daripada membantu bekerja menuju solusi bersama. "Tindakan sepihak Lebanon, tentu saja, akan dijawab dengan tindakan paralel oleh Israel," katanya dalam sebuah pernyataan.
Lebanon saat ini sedang mengalami krisis keuangan parah yang mengancam stabilitasnya. Negara ini sangat membutuhkan uang tunai karena menghadapi krisis ekonomi terburuk sejak perang saudara 1975-1990.