REPUBLIKA.CO.ID, SEMARANG—-Sedikitnya 70 persen dari jumlah nelayan kapal di Jawa Tengah belum dijamin oleh perlindungan bagi tenaga kerja perikanan. Padahal, jaminan tersebut sangat penting mengingat risiko tenaga kerja sektor perikanan kapal tangkap tersebut cukup besar di tengah laut.
Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Provinsi Jawa Tengah, Fendiawan Tiskiantoro mengatakan, selama ini jumlah nelayan di atas kapal tangkap atau awak kapal perikanan (AKP) yang ada di Jawa Tengah total mencapai 171.674 orang.
Namun belum semuanya terjangkau oleh jaminan dan perlindungan melalui Perjanjian Kerja Laut (PKL) antara pengusaha (pemilik) kapal, nahkoda maupun anak buah kapal nelayan tangkap.
Di Jawa Tengah sejauh ini baru di Desa Bajomulyo, Kecamatan Juwana, Kabupaten Pati yang sudah mengimplementasikan PKL antara nelayan dengan pemilik kapal dan mencakup kurang lebih 35.462 nelayan.“Artinya baru sekitar 30 persen dari jumlah AKP di Jawa Tengah, yang saat ini sudah terlindungi oleh PKL,” jelasnya, usai penandatanganan MoU pengembangan Rumah Perlindungan AKP di Kota Tegal yang dilaksanakan di Aula DKP Jawa Tengah, di Semarang, Selasa (13/4).
Untuk itu, jelas Fendiawan, hari ini dilakukan MoU proyek pengembangan Fisher Center antara DKP dengan SAFE Seas Project di Tegal. MoU ini sebagai upaya bersama agar AKP di Jawa tengah ini bisa terlindungi, karena pekerjaan melaut adalah pekerjaan yang penuh risiko.
Kerja sama ini juga untuk meningkatkan nilai tawar dari nelayan, agar mereka lebih sejahtera. “Harapan DKP, yang kedua di Tegal dan di seluruh Jawa Tengah nantinya juga ada kerjasama PKL antara nelayan dengan pemilik kapal.
Sehingga kesejahteraan AKP ke depan akan lebih terjamin, misalnya untuk pembayaran iuran BPJS-nya atau juga dengan adanya jaminan bagi kesejahteraan lainnya.
Maka melalui keberadaan Fisher Center di Tegal nanti, tentunya semua AKP akan bisa mendapatkan haknya melalui PKL. Karena sudah ada Permen KKP Nomor 42 Tahun 2016 bahkan sekarang juga ada PP nomor 27 tahun 2020 yang merupakan turunan dari UU Cipta Kerja.
“Tentunya, ini juga menjadi angin segar bagi nelayan agar mereka juga mendapatkan kepastian perlindungan selama mereka mencari nafkah di laut,” tambah Fendiawan.
Sementara itu, SAFE Seas Project Director, Nono Sumarsono menambahkan, dalam rangka meningkatkan perlindungan AKP berbasis masyarakat, Yayasan Plan Indonesia (Plan Indonesia) melalui SAFE Seas Project telah mengembangkan sebuah pusat perlindungan AKP bernama Fishers Center yang berlokasi di kota Tegal, Jawa Tengah dan kota Bitung, Sulawesi Utara.
Menurutnya, Fisher Center berfungsi sebagai pusat awak kapal perikanan untuk mendapatkan informasi, edukasi dan melakukan aduan terkait praktik kerja paksa dan perdagangan orang sebagai dampak aktivitas di laut.
Fishers Center diresmikan Menteri Kelautan dan Perikanan pada tanggal 7 Juli 2020 di Pelabuhan Perikanan Pantai (PPP) Tegalsari, untuk membuka akses AKP mendapatkan informasi dan rujukan terkait perlindungan AKP.
Artinya juga menjadi rumah besar bagi AKP untuk mendapatkan hak- hak dasar mereka. “Sejak diluncurkan, Fisher Center telah menerima kurang lebih 40 pengaduan dari komunitas AKP,” jelasnya.
Sedangkan dalam rangka memperkuat fungsi Fishers Center di Tegal, lanjut Nono, SAFE Seas Project bekerjasama dengan DKP Provinsi Jawa Tengah berkomitmen untuk memperkuat operasional Fisher Center di Kota Tegal sekaligus untuk memperkuat perlindungan AKP di Provinsi Jawa Tengah.
“Komitmen tersebut tercermin dengan kesepahaman untuk mengoperasikan Fishers Center di kantor Kesyahbandaran yang berlokasi di wilayah Pelabuhan Perikanan Pantai (PPP) Tegalsari, Kota Tegal,” katanya.
--