REPUBLIKA.CO.ID, oleh Rizky Suryarandika, Meiliza Laveda
Wacana perubahan nama RUU Larangan Minuman Beralkohol (RUU Minol) mengemuka. Sejumlah pihak namun menilai aspek terpenting dari RUU tersebut justru belum disentuh menyeluruh.
Ketua Majelis Hukum dan HAM PP Muhammadiyah, Trisno Raharjo, menilai RUU Minol masih terlalu umum pengaturannya. Aspek yang terpenting dari RUU Minol yakni pengawasan dan penegakan hukum justru dinilai belum terlalu jadi perhatian utama.
“Kalau kita bicara tentang larangan minuman alkohol ini secara prinsip di pengaturan yang ada memang sudah ada upaya-upaya untuk membatasi penggunaannya. Tapi yang tidak berjalan itu sebenarnya adalah aspek tentang pengawasan dan penegakan hukumnya,” kata Trisno ketika dikonfirmasi, Selasa (13/4).
Trisno melihat aturan RUU tersebut sama seperti aturan tentang zat adiktif. Kendati alkohol tidak bisa dikatakan sebagai zat adiktif, tapi alkohol bisa membuat seseorang tergantung jika sudah mengonsumsi secara berlebihan tanpa kontrol.
Jadi, memang pengaturannya lebih kepada aspek yang nanti mengarah pada upaya guna mengurangi dampak negatif dari minuman alkohol. Pengawasan dan penegakan hukum adalah dua hal penting yang perlu diutamakan. Sebab, dua aspek itu masih dinilai kurang dilaksanakan.
“Kita terlalu sering melihat seperti di beberapa tempat ada pemusnahan minuman alkohol ilegal. Akan tetapi, tetap saja peredaran ilegal tidak bisa terbendung. Pasti ada persoalan yang belum selesai di aspek-aspek itu. Ini yang seharusnya diperkuat agar bisa dilakukan pencegahan,” ujar dia.
Menurut dia, RUU ini masih terlalu umum sehingga tidak memberikan arahan bagi larangan-larangan yang perlu dan tindakannya. Lebih lanjut, Trisno mengatakan aturan tentang peredaran harus diperhatikan juga terlebih Indonesia memiliki penduduk yang mayoritasnya Muslim yang dilarang mengonsumsi alkohol. Tentunya, aturan ini harus diatur dengan baik dan pengaturannya diterapkan secara tegas dengan memastikan larangan ini berjalan dengan baik.
Bagi pihak yang memiliki perizinan secara legal, harus dipastikan peruntukannya agar tidak ada penyalahgunaan yang membuat masyarakat menjadi resah terhadap hal ini. "Lalu kalau pada tempat-tempat yang memang dimungkinkan untuk wilayahnya itu produksi, itu pun harus menghormati pada proses yang tidak menyebabkan penggunaan alkohol ini menjadi tidak terkendali,” tambah dia.
Dia mencontohkan dengan daerah Papua yang justru sangat tdiak mengharapkan adanya minuman alkohol karena sangat mengganggu kehidupan sosial masyarakatnya. “Saya kira dalam masyarakat kita pasti ada yang melihat itu bisa lebih dilonggarkan dan ada yang minta itu untuk diperketat. Nah itu prinsipnya mengaturnya itu tentang pengawasan kalau saya melihatnya,” ucap dia.
Panja RUU Larangan Minol membuka diri menerima masukan dari berbagai pihak. Masukan diharapkan akan membangun pembahasan terkait RUU Minol nanti saat masa persidangan kembali dibuka.
Panja berharap, keberagaman tetap menjadi landasan dan diakomodir dalam pembahasan RUU Minol. Sehingga, diberi kekhususan tidak ada larangan konsumsi alkohol untuk kalangan dan kegiatan tertentu yang memang memperbolehkan.
Terkait masukan RUU, Partai Keadilan Sejahtera (PKS) dan Partai Persatuan Pembangunan (PPP) konsisten dengan nama RUU Larangan Minuman Beralkohol atau RUU Minol. PKS dan PPP tak sepakat dengan desakan penggantian nama menjadi RUU Pengaturan Minol.
Anggota Badan Legislasi (Baleg) DPR RI dari Fraksi PKS, Bukhori Yusuf, menyatakan RUU Larangan Minol perlu didukung masyarakat. Ia menganggap minol sebagai salah satu sumber pemantik kejahatan setelah diminum manusia.
"PKS tetap konsisten bahwa minol pada dasarnya itu bukan konsumsi normal," kata Bukhori kepada Republika, Selasa (13/4).
RUU Larangan Minol saat ini telah masuk dalam program legislasi nasional (prolegnas). Bukhori menyatakan PKS siap berjuang dalam rapat Panitia Kerja (Panja) agar nama RUU Larangan Minol tak mengalami perubahan.
"Karenanya kami tetap berpandangan larangan minol sesuai dengan judul dalam prolegnas, kami (PKS) tetap minta tidak diubah," ujar Bukhori.
Sementara itu, Anggota Baleg DPR RI dari PPP, Illiza Sa’aduddin Djamal mengakui nama RUU Larangan Minol masih berpeluang berubah sesuai dinamika dalam rapat Panja. Ia belum bisa memastikan bagaimana pertarungan di rapat panja untuk mempertahankan frasa "larangan minol".
"Bisa saja berubah namanya karena dinamika politik di rapat panja, tapi sampai saat ini PPP masih mengusulkan larangan," tegas Illiza.
Di sisi lain, Bukhori dan Illiza berbeda pendapat soal isu yang menyebutkan RUU Larangan Minol akan mencatut klausul larangan impor minol, tapi meningkatkan produksi minol dalam negeri. Klausul ini diduga muncul dengan dalih meningkatkan perekonomian lewat penambahan produksi minol dalam negeri.
"Tidak ada klausul di dalamnya menyebutkan begitu, itu tidak benar ya," ucap Bukhori.
"Belum dibahas, nanti akan dibahas di panja," pungkas Illiza.