REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengamat pendidikan dari Komnas Pendidikan, Andreas Tambah, menanggapi penggabungan Kementerian Riset dan Teknologi (Kemenristek) dengan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud). Ia menduga wacana ini muncul karena buruknya kinerja Kemenristek.
Andreas menangkap adanya ketidakkonsistenan Pemerintah yang mengembalikan Kemenristek ke Kemendikbud. Padahal kedua kementerian itu pernah dipisahkan.
"Mungkin alasan penggabungan ada sesuatu terkait hasil kerja dimana dengan dipisahkan tujuan supaya riset maju, tapi nyatanya tidak. Kesannya ini seperti keputusasaan kembalikan Ristek ke Dikbud karena kinerjanya tidak sesuai yang diharapkan," kata Andreas kepada Republika, Selasa (13/4).
Andreas turut menyinggung kinerja Menristek Bambang Brodjonegoro yang dinilai melempem. "Kalau menterinya sampai sekarang apa yang dicapai belum kelihatan ya sudah hampir dua tahun," lanjut Andreas.
Andreas pesimistis penggabungan Kemenristek-Kemendikbud akan menuai hasil positif. Ia justru khawatir bidang risteknya malah tenggelam. Sebab Kemendikbud sedang berjuang memaksimalkan pendidikan kala pandemi Covid-19.
"Akan ada masalah baru, karena pendidikan kita sedang alami berbagai kendala terkait kurikulum, pandemi. Beban pendidikan begitu besar khawatir risetnya tidak menjadi perhatian," ujar Andreas.
Selain itu, Andreas memantau kinerja Kemenristek saat ini tak begitu menonjol dalam memajukan riset. Menurutnya, riset yang dilakukan perusahaan swasta justru lebih bermanfaat.
"Riset dari kalangan perguruan tinggi kalah dari dunia swasta, padahal belum tentu peneliti mereka gelarnya tinggi seperti profesor, tapi hasil riset mereka dibutuhkan dunia usaha dan masyarakat," ucap Andreas.
Sebelumnya, Presiden Joko Widodo akan menggabungkan Kemenristek dan Kemendikbud. Langkah ini sesuai dengan keputusan pemerintah memisahkan Badan Riset dan Inovasi Nasional dari Kemenristek menjadi sebuah lembaga otonom.