REPUBLIKA.CO.ID, YANGON--Lembaga sosial The Assistance Association for Political Prisoners (AAPP) mengatakan sedikitnya 710 orang telah tewas dalalm demonstrasi menentang kudeta militer di Myanmar. Aksi tersebut berlangsung sejak awal Februari lalu. AAPP mengungkapkan, hingga 12 April, sedikitnya 3.080 orang telah ditahan dan 64 lainnya divonis bersalah. Sebanyak 697 surat perintah penangkapakan telah diterbitkan untuk orang-orang yang masih buron.
AAPP mengatakan, pada Senin (12/4) malam, warga sipil di seluruh Myanmar melakukan aksi "serangan senter". Mereka menyalakan senter dan menyorotkannya ke langit sebagai simbol persatuan yang kuat melawan militer. "Pasukan junta bahkan merespons tindakan solidaritas damai ini dengan kekerasan brutal," ujar AAPP pada Selasa (13/4), dikutip laman Anadolu Agency.
Video CCTV dari Aungmyethazan, Mandalay, menunjukkan pasukan keamanan menangkap warga sipil yang hanya menyalakan senter di rumah mereka. Pasukan junta juga menggerebek Rumah Sakit Grace di Tamu dan memukuli para perawat.
Militer turut menyerbu kompleks gereja Metodis, merampok harta milik kepala biara dan warga sipil. "Selama penggerebekan, seorang anak laki-laki berusia tujuh tahun ditembak dan terluka," kata AAPP.
Menurut AAPP, ketika pasukan militer tidak dapat menemukan orang yang dicari atau diburu, mereka menyandera kerabat atau teman-temannya. Sejauh ini 32 orang telah disandera oleh militer.
Pada 1 Februari lalu, militer Myanmar melancarkan kudeta terhadap pemerintahan sipil di negara tersebut. Mereka menangkap pemimpin de facto Aung San Suu Kyi, Presiden Win Myint, dan beberapa tokoh senior partai National League for Democracy (NLD).
Kudeta dan penangkapan sejumlah tokoh itu merupakan respons militer Myanmar atas dugaan kecurangan pemilu pada November tahun lalu. Dalam pemilu itu, NLD pimpinan Suu Kyi menang telak dengan mengamankan 396 dari 476 kursi parlemen yang tersedia. Itu merupakan kemenangan kedua NLD sejak berakhirnya pemerintahan militer di sana pada 2011.