REPUBLIKA.CO.ID,
Pertanyaan:
Kami pernah membaca salah satu hadits Nabi SAW yang kurang lebih begini: "Dari Siti Aisyah ra bahwa Rasulullah terkadang mencium dan mencumbu istrinya yang sedang puasa, tetapi beliau orang yang paling tertahan dari hawa nafsu". Kemudian dengan kita sekarang sebagai manusia biasa yang melakukan ciuman dan cumbuan tentunya menahan hawa nafsunya tidak seperti Nabi, apalagi seorang pengantin baru atau tentara yang baru pulang tugas.
Yang ingin saya tanyakan:
(a) Apabila kami sudah terlena dalam ciuman dan cumbuan (dalam keadaan klimaks) sehingga kami membatalkan puasa terlebih dahulu, maksudnya untuk meringankan denda/kifarat dalam melakukan hubungan suami istri, apakah hukum dan dendanya membatalkan puasa tersebut?
(b) Apabila kami melakukan hubungan suami istri setelah batal puasa, apakah kifaratnya sama dengan saat masih puasa atau sebaliknya? (Badru Soleh, Bogor)
Jawaban:
Seorang yang wajib berpuasa, lalu membatalkan puasanya tanpa uzur dengan melakukan hubungan seks, maka ia wajib menqadha puasanya, membayar denda, diberi peringatan keras serta wajib pula menahan diri seperti orang berpuasa, jika ia telah memenuhi beberapa syarat.
Salah satu di antaranya adalah bahwa puasanya itu dia batalkan dengan hubungan tersebut. Adapun bila dia makan atau minum terlebih dahulu, maka dia tidak wajib membayar kafarat/ denda, tetapi dia sangat berdosa karena melakukan penipuan kepada Allah SWT.
Karena itu, maka ulama memperingatkan pengantin baru atau yang masih muda untuk menangguhkan ciuman dan cumbuannya hingga setelah berbuka, serta menilai cumbuan di siang hari sebagai sesuatu yang sangat makruh, dan buruk bagi mereka.
Baca juga : Infografis Perkara yang Membatalkan Puasa
(Artikel ini merupakan posting ulang dari tulisan yang terbit di Harian Republika pada Rabu, 12 Desember 2001)