REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kepala Polri Jenderal Listyo Sigit Prabowo meminta Divisi Profesi dan Pengamanan (Div Propam) Polri menindak tegas seluruh personel kepolisian yang masih terjerat kasus pidana. Langkah itu bisa dilakukan bersamaan dengan fungsi pendampingan, pengawasan, dan pembinaan yang dimiliki Propam.
"Terhadap yang melakukan pidana, utamanya narkoba, kalau memang sudah tidak bisa diperbaiki, kalau sudah tidak bisa dibina, ya sudah binasakan saja, yang begitu-begitu segera selesaikan," ujar Listyo saat memberikan sambutannya dalam rapat kerja teknis (rakernis) Div Propam Polri di gedung Rupatama, Mabes Polri, Jakarta, Selasa (13/4).
Listyo menegaskan, sebagai personel kepolisian, tugas pokoknya sudah jelas, yaitu memberantas, memberangus, dan menangkap bandar narkoba di Indonesia. Bukan justru sebaliknya, malah terjerumus bahkan terlibat masalah atau peredaran narkoba.
Listyo menekankan, para oknum kepolisian yang terlibat narkoba ataupun terjerat pidana lainnya justru akan merusak citra Polri yang saat ini terus membangun kepercayaan publik. Menurut dia, sudah banyak perubahan sikap maupun perilaku dari aparat kepolisian di lapangan, termasuk dalam melayani masyarakat.
"Jangan hanya gara-gara satu dua orang oknum yang melakukan pelanggaran, maka (upaya) 100 anggota yang sudah bersusah payah itu kemudian hilang. Hal seperti itu ke depan harus diperbaiki," kata dia.
Mantan kepala Bareskrim tersebut juga meminta Propam memberikan pendampingan, arahan, dan mengingatkan personel yang melakukan tugas beresiko dan berpotensi konflik di lapangan. "Hati-hati ini ada SOP (standar operasional prosedur) penggunaan senjata, ada SOP penanganan unjuk rasa, kapan saatnya menggunakan gas air mata, tolong itu didampingin terus sehingga anggota kita bisa selamat dari masalah-masalah seprti itu," kata dia.
Seperti diketahui, saat ini banyak oknum polisi yang terjerat kasus pidana dan pelanggaran hak asasi manusia (HAM), seperti penembakan aktivis yang berunjuk rasa dan pembunuhan tersangka kasus kriminal. Kasus yang paling besar adalah pembunuhan enam orang laskar Front Pembela Islam (FPI) di KM 50 Tol Jakarta-Cikampek. Saat ini, tiga orang polisi menjadi tersangka kasus pelanggaran HAM tersebut.
Kepala Divpropam Polri Irjen Ferdy Sambo mengatakan, pihaknya akan menerapkan transformasi pengawasan demi menekan dan mencegah pelanggaran anggota Polri di lapangan. Ia mengakui, dalam kurun dua tahun terakhir, kasus pelanggaran yang dilakukan anggota Polri cukup tinggi, baik secara kualitas maupun kuantitas. Pada 2020, total ada 6.389 pelanggaran yang dilaporkan, sedang 4.151 pelanggaran terjadi pada 2019.
Karena itu, Sambo meminta maaf kepada Kapolri. Diakuinya tingginya angka pelanggaran anggota Polri bisa jadi karena pelaksanaan pengawasan pihaknya terhadap anggota Polri belum maksimal.
"Kami menyampaikan permohonan maaf kepada bapak Kapolri terhadap pelaksanaan tugas yang belum maksimal dari Div Propam Polri dan jajaran. Sehingga terjadi peningkatan secara kualitas dan kuantitas dalam pelaksanaan kegiatan pelanggaran anggota di lapangan," kata Sambo.
Saat ini, pihaknya bersama tim independen melakukan penelitian dan survei guna mendapat data yang tepat untuk merumuskan penanganan pelanggaran polisi ke depan. Setidaknya, sasaran jangka pendeknya mengidentifikasi jumlah pelanggaran dan memetakan pelanggaran yang paling signifikan.
Sasaran jangka panjangnya, mengukur efektivitas program mitigasi dan menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya pelanggaran. "Yang tidak kalah penting adalah bisa menciptakan formula yang tepat untuk mencegah dan melakukan mitigasi pelanggaran yang dilakukan anggota Polri," jelas Sambo.
Pelanggaran Anggota Polri:
Pidana
2018: 1.036 pelanggaran
2019: 627 pelanggaran
2020: 1.024 pelanggaran
2021: 147 pelanggaran
Kode etik
2018: 1.203 pelanggaran
2019: 1.021 pelanggaran
2020: 2.081 pelanggaran
2021: 279 pelanggaran
Disiplin
- 2018: 2.417 pelanggaran
- 2019: 2.503 pelanggaran
- 2020: 3.304 pelanggaran
- 2021: 536 pelanggaran
Sumber: Paparan Kepala Divpropam Polri Irjen Ferdy Sambo.