REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Para pemain klub sepak bola Prancis Paris Saint-Germain (PSG) menyampaikan harapan terbaik mereka kepada umat Islam pada bulan suci Ramadhan. Namun, pada saat yang sama, Presiden Emmanuel Macron meloloskan serangkaian pembatasan yang menargetkan komunitas Muslim di negara tersebut.
Dalam video yang diunggah dalam akun Twitter PSG, para pemain mengucapkan selamat bulan Ramadhan kepada semua Muslim. Video tersebut menampilkan pemain populer, seperti Neymar, Mbappe, dan lainnya yang mengatakan "Ramadhan mubarak untuk semua Muslim", "Ramadhan Kareem", dan "Semoga bulan yang diberkati".
نادي #باريس_سان_جيرمان يهنئ الأمة الإسلامية كافة بحلول شهر #رمضان المبارك ❤💙#رمضان_كريم pic.twitter.com/ucUoljT9tO
— نادي باريس سان جيرمان (@PSG_arab) April 12, 2021
Prancis mengumumkan RUU anti-Muslim setelah pembunuhan mengerikan seorang guru Prancis pada Oktober tahun lalu oleh seorang tersangka berusia 18 tahun yang berasal dari Chechnya.
Undang-undang yang diusulkan, dengan judul "Mendukung Prinsip-Prinsip Republik", tidak menyebut Islam secara langsung sebagai upaya untuk menghindari stigmatisasi terhadap umat Islam.
Ini secara luas dilihat sebagai serangan terang-terangan terhadap kebebasan berserikat dan para kritikus mengatakan bahwa undang-undang tersebut akan melegalkan Islamofobia.
Ini termasuk larangan homeschooling bagi umat Islam, mewajibkan pendidikan formal dan akan dapat menutup perkumpulan, sekolah, dan masjid jika terjadi insiden yang mencurigakan. Ia juga melarang pasien memilih dokter berdasarkan jenis kelamin karena alasan agama atau alasan lain dan mewajibkan "pendidikan sekularisme" bagi semua pejabat publik.
Para penentang mengatakan undang-undang tersebut melanggar kebebasan beragama dan secara tidak adil menargetkan 5,7 juta minoritas Muslim Prancis, yang merupakan terbesar di Eropa, seperti laporan Daily Sabah.
Kelompok hak asasi manusia Amnesty International mengatakan pada Senin bahwa peraturan baru "akan menjadi serangan serius terhadap hak dan kebebasan di Prancis".
Macron menjadi sasaran kebencian di beberapa negara Muslim dengan banyak memboikot produk Prancis setelah Presiden Prancis itu membela karikatur provokatif Charlie Hebdo yang menyerang Nabi Muhammad. Dia juga dipaksa untuk bersikap defensif oleh berita utama kritis di outlet media berbahasa Inggris yang berpengaruh, seperti Financial Times dan The New York Times. Muslim di Prancis, bekas koloni yang mencakup negara-negara mayoritas Muslim di Afrika Utara dan Barat serta Timur Tengah, berjumlah sekitar 6 persen dari populasi.