REPUBLIKA.CO.ID, MAJALENGKA -- Sebuah Alquran berusia 370 tahun terawat dengan baik di Desa Pageraji, Kecamatan Maja, Kabupaten Majalengka, Jawa Barat. Kitab suci umat Islam itu terbuat dari kulit kayu.
Alquran tersebut ditulis tangan oleh Kyai Haji Muhammad Latifudin, atau dikenal dengan nama KH Tubagus Latifudin, sekitar tahun 1650. Sosok ulama itu disebut masih memiliki hubungan kekerabatan dengan Kerajaan Talaga Manggung, juga dengan Pamijahan, Kasepuhan Kawunggirang dan Cijati.
Saat ini, Alquran dari bahan kulit kayu tersebut dirawat oleh Kuwu Hormat Ridwanudin. Dia merupakan keturunan ketujuh dari Tubagus Latifudin. "Alhamdulillah, kami merawat Alquran ini selama ratusan tahun secara turun temurun, dari generasi ke generasi,’’ ujar Kuwu Hormat, Kamis (15/4).
Kuwu Hormat menjelaskan, meski berusia ratusan tahun, namun kondisi Alquran tersebut masih utuh dan bagus. Keluarganya menjaga dan merawat Alquran itu secara khusus dan menjadikannya sebagai warisan turun temurun yang istimewa dan berharga.
Menurut Kuwu Hormat, Alquran tersebut hanya dibaca setahun sekali ketika memperingati haul atau wafatnya KH Tubagus Latifudin. Pembacaannya dilakukan bersama dengan warga. "Dan hanya surah Yaa Siin saja (yang dibaca),’’ terang Kuwu Hormat.
Kuwu Hormat menambahkan, selain Alquran dari kulit kayu, KH Tubagus Latifudin juga meninggalkan sejumlah barang berharga lainnya. Yakni, keris dan tombak. Saat ini, dia menyimpan barang berharga tersebut di tempat sederhana.
Sementara itu, Ketua Grup Madjalengka Baheula (Grumala), Nana Rohmana, mengaku telah melihat langsung bagaimana Alquran tersebut dijaga dan dirawat dengan baik oleh keturunan KH Tubagus Latifudin. Dia pun menyayangkan selama ini belum ada perhatian dari pemerintah.
Pria yang akrab disapa Mang Naro itu berharap ada penelitian khusus tentang jejak tulisan tangan Alquran yang sudah berusia 370 tahun tersebut. Dia juga meminta agar ada perhatian terhadap makam maupun peninggalan lainnya dari KH Tubagus Latifudin.
"Makam tersebut dikunjungi ribuan orang ketika ada haul. Wisata religi telah terbentuk di Pageraji, harus dikembangkan,’’ jelas Mang Naro.